header photo

Akulah pemburu

Akulah pemburu
memburu lemahmu,
menantimu di titik nadirmu,
berupaya memanahmu dengan busur hatikuku sendiri
taklukkan dirimu
tertancapnya hatiku padamu

Akulah pemburu
memburu kesahmu
menanti kering ludahmu
burupaya meringkusmu dengan jaring kata-kata penguatan
taklukkan dirimu
terbelenggunya ketegaran yang kembali meringkusmu

akulah pemburu
dan kaulah buruanku

kutuliskan "mengapa?" bagi kami semua

mengapa kau hamburkan,
sesuatu yang bahkan belum juga punyamu?

mangapa mukamu bermesum duka,
sedangkan ekormu mengibas-kibas manja?

mengapa kau berdiri memimpin,
jikalau hanya nama leluhurmu jadi identitasmu?

mengapa kau pegang keris keramat,
hanya untuk datangkan gaib keberuntungan?

menapa melacur kini intelektualitasmu,
kar'na gunjing integritas isapan jempol semata?

mengapa benakmu sendiri menyerang isi otakmu,
nyatanya hanya seiya-sekata demi orang lain meski tak sejalan pemikiranmu?

mengapa tak kulihat lagi deras keringat,
sebelum kini jutawan rupamu bagi seteguk anggur pragmatis merah?

mengapa sama satu sama lain juga sekitarku,
karena gelombang dari si peniru larutkan percaya diri sendirian?



kutuliskan mengapa dari sebuah buku karya Mochtar Lubis
“Manusia Indonesia Sebuah Pertanggung Jawaban”

BUJANG LAPUK

sudah terbiasa dengan kesakitan
hati

tak terbiasa penolakan terdengar
kuping

sudahlah,...
memang aku begini adanya, saat ini

lagi-lagi cinta kandas,
sebelum dimulai

hatiku mungkin terbuat dari baja
cukup kuat terima penolakan

tapi kupingku bukan dipancang oleh baja
tak cukup kuat diterpa penolakan

mentok lagi deh...
entah sampai kapan


TERPUJILAH TUHAN

terpujilah TUHAN,
dalam kehangatan mentari pagi
saat hamba suciMu masih lelap tidur, keletihan
juga pendosa yang masih tertawa dalam tidurnya

terpujilah Tuhan
dalam kemelaratan hamba yang setia,
saat kecurangan berikan kemakmuran,
hingga si kaya mati dalam keagungan pemakaman

Jadi demikianlah TUHAN
membiarkan hambaNya bertekun, setia sampai akhir
merelakan si jahat tertikam karena kejahatannya, pada waktuNya

tak perlulah ragu akan TUHAN
duhai jiwaku yang berkelu
dan lidahku yang terus saja ucapkan kesah

Bahkan seorang pemenang pun dapat dilampaui (Lebih Dari Seorang Pemenang)

Alkisah di sebuah negeri -entah di mana- pada suatu waktu tertentu -entah kapan- hiduplah seorang pelari. Bukan seorang pelari gadungan, yang cuma bisa berlari untuk menghindari sesuatu -ataupun pelari yang berlari dari sebuah masalah-, tapi dia adalah seorang atlet lari. Cukup terkenal dia di negeri itu -pada masa itu juga tentunya.

Masa mudanya selalu dikelilingi kemenangan demi kemenangan di setiap akhir kompetisi lari  yang diikutinya. Bukan sebatas hanya karena kecepatan yang dimilikinya, tapi juga karena ketekunan dia berlatih sebelum dan bahkan setelah keluar sebagai seorang pemenang di suatu kompetisi yang dia ikuti.

Masa tuaanya juga tak bisa dihindari dari berbagai kemenangan sama persis seperti masa mudanya. Bukan karena batas kecepatan yang ternyata tak pernah usang dimakan usia ataupun tak pernah berhentinya dia memompa dirinya sendiri untuk terus berlatih -makin giat dan tak pernah tak giat-, tapi juga karena satu alasan penting yang masih terus dia simpan dalam benaknya.

Tibalah dia di masa penghujung karir larinya sebagai seorang lari, kecepatan larinya tak berkurang walau sudah uzur umurnya. Tapi di kompetisi kali ini, dia tak lagi keluar sebagai seorang pemenang.

Mungkin inilah saatnya bagi seorang pemenang turun tahta. Ataukah dia sudah melebihi pencapaian dari seorang pemenang. Dari seorang "Pemenang" menjadi 'Lebih Dari Seorang Pemenang'"?

"Bagaimana rasanya saat Anda mengetahui ternyata ada seorang yang melebihi Anda dalam hal kecepatan pada kompetisi  kali ini"  tanya seorang wartawan yang tak sabar mengetahui respon kekalahan yang dialami oleh si langganan juara.

"Pada masa mudaku aku adalah seorang pemenang, dalam berbagai kompetisi yang kuikuti. Pada masa tua ku pun kecepatan lariku tak berkurang layaknya masa mudaku. Aku terus melatih diriku begitu keras, berbagai gelar kuraih sebagai hadiah dari kerja kerasku dalam berlatih. Tapi aku kini tak lagi keluar sebagai seorang pemenang dalam lomba kali ini. Kini aku menjadi seorang yang 'Lebih Dari Seorang Pemenang'" jawabnya sambil menyeka kerringat yang masih mengucur dari ujung rambutnya.

"Lebih Dari Seorang Pemenang?.... Bahkan anda telah kalah dalam lomba lari kali ini" wartawan keheranan.

"Seorang 'Pemenang' meninggalkan lawan-lawannya di belakangnya dan menjadikan mereka menjadi seorang pecundang akibat kekalahan yang mereka alami. Aku berlari sedemian rupa di lomba kali ini, tanpa mengurangi sedikirpun kecepatan lariku agar tak dapat di dahului oleh seorang pecundang. Tapi aku merelakan diriku dilewati oleh seorang 'Pemenang'-yang memiliki kecepatan lebih dari yang kumiliki. Demikianlah aku mentahbiskan diriku sebagai seorang yang 'Lebih Dari Pemenang'. Karena  segala usaha berlatihku selama ini  kucurahkan agar suatu saat nanti ada orang yang dapat melampauiku. Aku tak mengizinkan seorang pecundang melampauiku dalm lomba lari, tapi seorang 'Pemenang'lah yang nantinya kuharapkan dapat melampauiku. Dan demikianlah usahaku selama ini kulakukan untuk menciptakan seorang 'Pemenang'. Seorang 'Pemenang' akan berusaha terus-menerus, memompa dirinya untuk dapat melampauiku dalam suatu perlombaan, dan jikalau dia dapat melampauiku maka dia benar akan menjadi 'Pemenang'. Dan aku yang terus berlatih keras selama ini -juga berbagai kemenangan yang kuraih dalam setiap kompetisi- hanyalah sebuah alat yang nantinya dipakai untuk menciptakan seorang 'Pemenang'. Dan itulah fungsiku selama ini. Aku  rindu akan lahirnya seorang 'Pemenang' yang dapat melampauiku. Demikianlah dia yang telah mendahuluiku pada kompetisi kali  ini. Tentulah dia begitu terpacu untuk melampauiku, dan mengusahakan dirinya untuk berlatih sedemikian keras untuk mencapai tingkat kecepatan yang cukup untuk mendahuluiku dalam kompetisi. Kini telah lahirlah seorang Pemenang, dan aku telah berhasil menciptakan seorang Pemenang. Kini aku telah 'Lebih Dari Seorang Pemenang'"

Lalu berlalulah seorang yang "Lebih Dari Seorang Pemenang" memberi selamat atas kemenangan seorang "Pemenang".


Fiksi dalam Bising Kepalaku
Catatanku yang terlihat naif di mata zaman ini

veSTer CobaiN,
Sehabis Kena Tilang Polisi di Perempatan Palmerah, Jakarta Barat

pencari keterbukaan

SATU

aku mencari keterbukaan

Ku datangi kumpulan perempuan di pinggiran jalan. Pinggiran jalan tempat yang terbuka, tempat di mana setiap wanita ini mencari nafkah, menjajakan dirinya,... di pinggiran jalan,... dalam keterbukaan bagian paha kakinya yang mulus. Kudekati salah satu dari sekian wanita berjajar itu.

"Hai mas..!" wanita itu menyapa,  senyum manis wanita yang sedang dia pertontonkannya kurasa bukan menjadi andalan jitunya.

"Hai juga" jawabku kecut

"Bisa saya bantu mas" wanita ini agak mempermainkan kakinya, bergoyang-goyang lincah, seakan-akan kilap paha putihnya menjadi andalannya.

"aku mencari keterbukaan" langsung to the point aku ajukan keinginanku tersebut.

Entah bagaimana, dan apa alasan si wanita tersebut dia genggam tanganku, menarikku. Aku pasrah saja ikut. Dari tempat terbuka, pinggiran jalan, kini si wanita menggiringku ke dalam sebuah kamar, tempat tertutup. Bajunya yang sudah minimalis, hendak dia lepaskan. Aku bingung.

"Mengapa hendak kau buka bajumu?" tanyaku keheranan

"Kan mas sendiri yang bilang mencari keterbukaan" jawabnya, yang membuat dia berhenti saat hendak mengendurkan resleting di bagian belang bajunya.

"Jadi inikah keterbukaanmu?"

"Inilah keterbukaan yang ku punya, mas"

Sekejap aku melangkah pergi dari kamar itu, menghindari tempat tertutup itu. Tinggalkan si wanita sendiri bersama dengan ketertutupan baju minimalis  yang hampir saja dia buka di hadapanku. Keterbukaan yang ada di pinggiran jalan, menuju ketertutupan ruangan sebuah kamar, dan keterbukaan baju yang menutupi tubuhnya. Demikian batas keterbukaan yang kutemukan.

Keterbukaan yang berbatasan dengan yang tertutup


DUA

aku mencari keterbukaan

Aku datangi keberadaan gunung berapi. Kokoh berdiri... tegak... hampir sentuh langit... tiap makhluk ada di bawah kakinya.

Keberadaan gunung berapi, amat tinggi puncaknya tapi tetap saja aku mendakinya. Belum sampai juga, walau sudah kudaki berkilo-kilo keringat tubuhku, kuhentikan langkahku.

"GUNUNG...!!!!!!" teriakku

"...gu..gu...nu...nu...ng...ng..." suaraku terdengar kembali ke telingaku, dimentahkan oleh si gunung berapi.

"aku mencari keterbukaan, dapatkah kau tunjukkan padaku?"

Gunung berapi berguncang, makhluk yang ada di kakinya berlarian. Aku salah satu dari sekian macam-macam makhluk yang berhamburan lari.

Gunung meletus. mengeluarkan abu api vulkanik, gas beracun, lahar panas, dan segala material yang dapat mengancam eksistensi makhluk hidup.

Keterbukaan yang mengancam eksistensi, itulah keterbukaan dari tegaknya gunung berapi. Tegak berdiri, terlihat kokoh, berada di puncak langit. Namun keterbukaan yang dimilikinya mengancam eksistensi yang berada disekelilingnya.

Keterbukaan yang mengancam eksistensi.

To be Continue...

Anakku terlantar

aNakku,...
ayah pergi dahulu,
sepulangnya ku nanti
kulihat tambah umurmu dua tahun

cepat waktu berlalu
selepas tembus pintu
rumahku berlalu

saat kembali
semua terlihat baru
dan kutanyakan pada istri
siapa anak di depan ini?

engkaulah itu, anakku
tambah sudah lima umurmu
saat tibaku kembali pulang

Bisa jadi aku adalah penemu teori resonansi

Resonansi merupakan proses bergetarnya suatu benda dikarenakan ada benda lain yang bergetar, hal ini terjadi dikarenakan suatu benda bergetar pada frekwensi yang sama dengan frekwensi benda yang terpengaruhi

Jikalau sedang bosan saat sedang mengendarai motor berplat B ku, aku mencoba mencari kesibukan sendiri. Sendirian juga dalam menikmatinya. Tapi tak seorang diri pula aku yang menanggung dampaknya. Salah satunya adalah dengan mempraktekkan teori resonansi yang pernah kudapat hasil usaha dari duduk terbengong-bengong di dalam kelas memahami pelajaran fisika jaman SMA dulu.

Teorinya seperti demikian. Jikalau aku sedang berjalan sejajar, dalam kecepatan yang kurang lebih sama dengan pengendara wanita, teori resonansi ini akan sangat mudah dipraktekkan. Umumnya aku akan melihat kondisi si pengendara wanita itu.

Bagi seorang yang telah lama mengendarai sepeda motor tentu akan tahu membedakan seseorang yang telah lihai berkendara dengan sesorang yang baru saja bisa mengendarai sepeda motor. Umumnya orang yang baru saja bisa mengendarai sepeda motor, apalagi jikalau pengendara itu wanita, dia akan duduk dengan posisi tegak, setegak yang mungkin ditegakkan wanita. Fokus matanya lurus kaku ke depan, jarang melihat kaca spion. Dan saat memegang stang motor biasanya dia akan agak goyang-goyang, tidak stabil.

Jikalau aku cukup beruntung mendapatkan seorang pengendara motor wanita yang seperti demikian maka aku akan mencoba mendekatkan posisi kendaraanku sejajar dengan si pengendara wanita ini dengan jarak yang terjaga agar tidak menyerempet itu kendaraan. Dan.....

Aku goyang-goyangkan kemudi stang motorku, seperti seorang pengendara yang sedang oleng. Seakan-akan aku sedang ditimpa angin puting beliung dan mencoba menjaga keseimbangan di tengah terpaan angin tersebut.

Alhasil....

Teori resonansi pun akan berlaku. Aku yang pura-pura oleng akan disusul oleh olengnya si pengendara wanita tersebut. Goyang kiri kanang, seakan-akan apa yang sedang kualami terjadi juga pada si pengendara wanita itu. Dan si pengendara wanita ini pun akan panik, jikalau dia tak kuasa lagi menahan gempuran resonansi oleng motornya itu, maka dia akan melambatkan laju motornya, dan coba berhenti.

Aku tetap melaju, dan berpuas diri merasa sebagai seorang penemu teori resonnansi.... pada jalan raya.

Maafkan daku, duhai para korbanku yang terdahulu dan yang akan datang.

Resonansi merupakan proses bergetarnya stang motor orang lain dikarenakan ada stang motorku yang bergetar, hal ini terjadi dikarenakan stang motorku bergetar pada frekwensi yang sama dengan frekwensi stang motor orang lain yang terpengaruhi

Serpong, 25 November 2010
Catatan seorang pengendara berplat B yang cari kesenangan sendiri di jalan raya

Kesal Itu Memperpanjang Umur

Seperti yang sudah-sudah, rasa kantuk selalu menemani perjalananku saat mengendarai motor ber-plat B ku. Tak terbilang sudah pinggiran jalan yang telah kujadikan tempat tidur saat benar-benar aku tak kuasa lagi menahan laju kantukku yang sedemikian hebatnya. Ketimbang harus berurusan dengan para suster cantik di rumah sakit lantaran mengalami kecelakaan lalu lintas akibat bermimpi di atas motor yang sedang melaju; atau berurusan dengan kumis para polisi bertampang sangar berbadan dua - seperti ibu hamil -  karena kantuk yang kujadikan alasan saat menabrak, jadi kuputuskan lebih baik beristirahat sejenak di pinggiran jalan. Walau hanya tidur di mushola yang ada di SPBU terdekat, itu sudah cukup untuk membuaku melayang ke dalam dimensi mimpi. Atau kalau tidak ada juga SPBU terdekat, ya aku tak ambil pusing, aku tidur saja di atas motor yang ku parkirkan sembarang di pinggir trotoar.

Tapi hari ini berbeda, aku sungguh berusaha tetap mengemudi motor walau kantuk benar-benar sudah menyerang ambang kesadaranku sampai di garis merah. Dan aku cumalah manusia biasa -seperti sebuah lirik lagu- yang jikalau mengantuk dan ditambah angin sepoi-sepoi, mata ini seketika berat,... berat,... dan kelopak mataku menutup sempurna bola mataku. 

%^&#*$%^&$^*^$*^&^#"!!!!

Ban belakang motorku kempes tiba-tiba. Dengan sigap aku rem, dan menghentikan laju motor. Turun dari jok motorku, mengamati ban belakang, dan dapat kupastikan kejadian ini bukan hanya tentang ban yang kempes atau ban bocor yang tertusuk paku. Ini kejadian yang dinamakan: Ban Dalam motorku pecah. 

Aku kesal bukan main, dan memang aku sedang tidak dalam keinginan untuk bermain. Aku kesal..., kesal,.... keeeesal.....

Tapi aku bingung, kepada siapa kekesalanku ini harus kulampiaskan? Toh ini adalah kejadian alamiah, atau bagiku  sendiri ini adalah peristiwa goib. Tidak ada pelaku kejahatan yang bisa ku laporkan ke polisi karena ku tuduh telah memecahkan Ban Dalam motorku. Aku kesal, dan yang lebih kesal lagi, aku kesal karena tidak tahu kepada siapa kekesalan ini kulampiaskan. 

Aku dorong motor, dan masuk ke bengkel terdekat. Beli Ban Dalam baru, seharga Rp 40.000 sudah termasuk ongkos pasang.

Dan melaju kembali menyusuri jalan raya. Tapi rasa kesal masih saja menguasai ubun-ubun, yang mengakibatkan tak ada lagi rasa kantuk yang tersisa. Kesal,... kesal,... dan bahkan aku lupa bahwasanya sebelumnya aku sedang diliputi rasa kantuk. Dan, dalam kekesalanku, aku tiba di rumah, dan selesailah perjalanan bersama motor ber-plar B ku.

Sebelum akhirnya tertidur di kamar sendiri, satu hal yang kusadari: "Rasa kesal itu dapat memperpanjang umur"

Karena kalau saja aku tidak kesal, tentulah aku sudah tertidur pulas di atas motor yang sedang melaju,... dan bisa jadi aku akan mendapat kecelakaan, dan matilah aku.

Untunglah aku kesal.

Serpong, 20 November 2010
Catatan seorang pengendara berplat B yang ngantuk

Terima Kasih Sudah Mendahuluiku

Mata ini sudah setengah watt, ngantuk, hampir padam nyala bola mataku. Tanganku masih tetap menggenggam kemudi motor, yang baru saja kuganti oli-nya tiga hari silam. Laju motorku pun stabil tiada percepatan kutambahkan. Dalam keadaan antara sadar tak sadar, alam dunia bawah sadarku menarikku begitu kuat ke posisi tertidur.

Rasaku hanya beberapa detik alam sadarku menarikku kembali untuk terbangun saat kurasa motorku oleng, kehilangan keseimbangan, dan klakson mobil begitu beringas dari sebelah kanan belakang pertanda coba mendahuluiku.

Baiknya aku berterimakasih kepada klakson beringas tersebut, karena suara yang dihasilkannya sangat berguna membangunkanku. Karena jikalau tidak demikian, tentulah saat kuterbangun bisa jadi aku sudah terbangun di dunia orang mati.

Dan rasa kantuk dalam perjalanan mengajarkanku untuk mengucapkan terima kasih, bahkan untuk suara klakson  beringas yang coba mendahului aku dan motorku.

Kali Deres, 19 November 2010
Catatan seorang pengendara berplat B yang ngantuk

teruntuk Ve


teruntuk Ve

aku tak dapat janjikan yang menjanjikan
tapi apa yang nantinya ku punya akan kuberikan
dan nantinya aku akan punya kekurangan

terimalah.



aku sudah menentukan bagaimana nantinya yang menjadi berlebih

dan yang nantinya berlebih adalah kekurangan

November 14, 201

teman seperjalanan


lampu motorku meredup
tapi justru kau semakin mendekapku
erat tanganmu melingkupi badanku
saat kubawa kau bepergian tembus malam
hampir saja tak bisa bernafas aku kau buat

tapi saat mesin motor berhenti
justru kau melepas dekapku
tak dapat erat tanganku menahan pergimu
saat kutibakan kau di tempat perhentian
dan nafasku tertahan sekian jenak

teman seperjalanan
lalu teman berjalan
sisakan jalan
dan aku

teman.
...
..
~
.
.
.
~
..
...
aku,


 November 14, 2010

Kakak berbadan kecil bernyali ginggantisme


Aduh kakak, senangnya ku jumpa denganmu dalam baju merahmu. Bukan merah pertanda "stop" pada lampu lalu lintas, tapi merah pertanda "berani" pada bendera negara kita.

Samar-samar sejak lama kudengar kabar pengasinganmu di sekitar gunung merapi Yogyakarta, tapi saat kujumpa malam tadi, kau bercerita singkapkan samar-samar kabar dirimu.

Dalam pengasingan, kehadiranmu kembali ke kota plat D, sepintas kupikir kau menghindari maut. Menjauh dari gunung meletus, sayangkan nyawamu sendiri. Nyatanya, kau tidak kembali ke kota plat D melainkan hanya "singgah sejenak". Kau singgah hanya kumpulkan bekal untuk menantang mautmu, atau lebih jelasnya, menantang maut kaum mu di kaki gunung merapi.

Duhai kakak berbadan kecil bernyali ginggantisme, bolehkah aku menahanmu, menenangkanmu di kota plat D ini? Sementara ketenanganmu berada di kaki gunung meletus itu.

Maka jikalau bekal mu sudah tersedia, dan kau bersiap langkah pergi menuju ketenanganmu di sana, jumpai kaum mu di kaki gunung merapi, dapatkah ku menahanmu di kota plat D ini?

Tentulah aku seorang bodoh yang berpikir dapat kerdilkan nyali ginggantisme mu.

Tiada ada pikiranku menjadikan mu sebagai kebodohan, yg disangkakan banyak orang tentang seseorang yg justru menghadapi gunung meletus dan bukan malah lari menghindar.

Dan kau, kakak berbadan kecil bernyali ginggantisme, pergilah temui ketenanganmu dan tolonglah kaum mu di kaki gunung merapi.

Hanya saja, jagalah tetap nyawamu dan kesehatanmu. Jadilah berkat.


Salam melepas rindu unt kak epoy

Kutunggu jumpa kita di lain kesempatan. Mungkin juga jumpa kita nanti seperti malam tadi, dalam persekutuan mahasiswa.

-pengendara motor berplat B-

 November 8, 2010

Oktober mencatat kisah bangsaku


Belum juga para tentara semut penuhi lumbungnya dengan bekal makanan, penghujan tiba mengusir matahari. Saat pohon tua hendak teduhkan musafir yang singgah dibawahnya, angin puting-beliung bersenjata gergaji mesin tumbangkan peradabannya. Yang setiap awal musim menanam, petani sibukkan diri tancap benih di petak sawahnya, anak buah menteri pertanian bawa tanah urugan dalam baris dumb truck pembawa tanah merah mendekati sawah. Baru saja gunung berapi masuk angin lalu muntah, anak si pengungsi lupa bawa keceriaannya yang tertinggal di laci mainannya. Ketika ramai pasar malam menggeliat, samar-samar api infrastruktur tata kota bersiap menyala disusul buldozer pembangunan apartement. Derap-derap langkah pemimpin demokrasi, tetap saja kaum marginal disunati.

Selamat tinggal oktober biru, tibalah nopember nelangsa. Desember entah dapat bertahan.

Garuda hampir punah


November 6, 2010

Rekonstruksi isi otak

Di dalam kepala ada tempurung, tempurung kecil tak besar sperti yang disangka orang, orang banyak yang mengira itu kecerdasan, kecerdasan tapi tak mewakili ketegaran, ketegaran menghadapi rintangan, rintangan bagai liarnya rerumputan, rerumputan yg juga ditumbuhi beserta duri, duri yg melukai di pusat otak, otak berlindung di balik tempurung, tempurung kecil tak besar sperti yang disangka dirinya sendiri, sendiri dalam sesal, sesal jadinya dia mengeluh,

ugh...

October 24, 2010




Bookmark and Share

sakit

langit terinjak, tanah terangkat
bulan berdiam, bumi memusing
matahari gulita, malam bercahaya
purnama tak tiba, pagi tak kesampaian

hujan teteskan banyak bilur
meresap dalam bajuku
menyakiti tubuhku

matahari memasung sinaran
keringatku terhisap keluar dari pori
keringkan tubuhku

saat pagi aku terbangun
kusadari hidupku kembali diperpanjang
tapi saat senja terurai
masa matiku semakin saja mendekat

jikalau sakit ini adalah yang terakhir
walau perih, tak berguna dalam banyaknya inspirasi
walau perih, tak bertahan dalam satu kesempatan pemusnahan
walau perih, tak sejajar dengan tujuan hidup pribadi
maka sia-sialah hidup yang sekali,
maka sia-sialah mati yang sekali

kumelayang terhempas sesal
sungguh sakit
aku sakit
sakit
sakit
sakit
sakit
sungguh sakit
terhempas sesal kumelayang

langit terinjak, tanah terangkat
bulan berdiam, bumi memusing
matahari gulita, malam bercahaya
purnama tak tiba, pagi tak kesampaian


October 26, 2010

Bookmark and Share

Serba salah

Aku benci pengendara motor,
saat ku di atas jok motorku

kesalku oleh pengemudi mobil,
saat baru saja ku nyalakan mobilku

dalam kesemrautan bahu jalan ku mengeluh "jalan ini mana ujungnya,"
saat betis kakiku lelah topang badan berjalan

baiknya ku tidur saja,
saat terbangun ku kan sesali tidurku



October 22, 2010
Search Engine Optimization