Sebuah lanjutan dari Kisah si anak pantai (Part II: Hampir Saja)
Kembali ke pantai
kulihat karang tetap berdiri
tegar dan tak beranjak
dalam amarah, ku tetap memantau
ombak yang lancang menerpa karang
kulihat dalam berbagai rupa
tenangnya gejolak laut di tengah sana
kulihat tipu daya memangsa
lihat betapa malang yang karam di dalamnya
akankah dapat berubah apa yang sudah d iatur alam?
dalam kemalangan aku mamandang
dewa laut telah menhampiri
berbagai kemalangan serasa menegurku
dalam rupa kemalangan
aku kempali ke tepian
menunjukkan rupaku menghapiri dewa laut
mari kita berbicara mengenai kemujuran
akankah kutarik kata yang t'lah terucap?
akankah nurani ini jengah menghadap kemalangan?
aku bersama ragaku,
aku akan tetap bertahan.
kuhampiri kau kini
dewa laut pembawa kemalangan
tipu daya kemalangan hanyalah gelombang yang tenang
tak kan ku karam dalam sesal
akan kutantang dewa laut
Demikianlah sebuah sajak kembali terlantunkan dari mulut si anak pantai. Sebuah sajak yang kembali dia lemparkan ke arah laut di depannya. Total kini dua buah sajak sudah keluar dari mulu tteorang anak pantai yang memiliki otak titisan Khalil Gibran di dalam tempurung kepalanya.
Di raihnya sebuah batu, dilemparkannya tepat ke arah Laut lepas. "Mari, sini kalau kau memang berani. Lihat aku di sini! Hadapi aku, hey kau dewa laut pengecut!!!"