"Sial. Titik memang kecil, tapi dampak dari sebuah titik tak sesederhana titik itu sendiri. Bukankah dampak dari titik itu adalah menjadi akhir dari suatu kalimat? " demikian awal monologku di hari ini di atas sepeda motor ber-plat B.
"Titik kemacetan memang cuma beberapa panjang meter jauhnya. Tapi lihatlah berapa banyak kendaraan berlomba untuk mencari kesempatan untuk lolos dari titik kemacetan. Dan dampak dari titik (kemacetan) menghasilkan garis panjang antrian kendaraan, baik pengemudi yang mau mengantri, juga demikian yang tidak mau tahu tak ingin mengantri dan menyerobot sesukanya selagi ada celah untuk menyalib. Dan, here we go... i still stuck in the midle of traffic"
Sudah konstan jarum speedometerku bertahan angka 10 km di sana selama 30 menit perjalananku setelah keluar dari parkiran motor kantorku. Itu artinya sudah setengah jam (aku prediksikan) aku baru menempuh jarak 5 km jauhnya dari kantor. Sedang untuk mencapai rumah perlu sekitar 25 km lagi.
"Ah janganlah dulu kepintaran berhitungku muncul di saat yang tidak tepat"
Bagaimana tidak? Bukankah lebih baik aku tak hapal mati tentang rumus dari kecepatan? Yang bahwasanya v=s/t. Kecepatan adalah pembagian waktu oleh si jarak. Pun demikian: s= v*t. Jarak adalah perkalian kecepatan dengan waktu. Dan jikalau kecepatanku selama 30 menit terakhir cuma 10 km/jam, maka jarak yang kutempuh adalah 5 km saja!!!
"Ah seandainya saja aku sakit parah saat pelajaran Fisika di SMA dulu, tentulah aku punya alasan untuk meliburkan diri. Tentulah aku tak diajarkan tentang rumus kecepatan, tentulah 10 tahun kemudian aku tidak akan bisa menghitung sudah seberapa jauh jarak yang kutempuh saat melewati jalanan macet. Perhitungan yang hanya mengandalkan jarum speedometer motor dan jam di HP Nokia ku. Dan akhirnya, kudapati diriku bertambah lesu dengan mengetahui berapa jauh jarak yang harus kutempuh untuk mencapai rumah." Setelah monolog ini, alam sadarku, tanpa semauku, menghitung interval taksiran waktu berapa lama lagi aku akan sampai ke rumah. Gerombolan arwah kelesuan seketika merasukiku.
Ternyata kejeniusan yang tidak pada tempatnya adalah kemalangan bagiku. Kelesuan bagiku.
Lesu.
Titik kemacetan pertama telah terlewati. Dan seperti awal monologku, akhirnya dampak dari titik menghasilkan akhir dari monolog singkatku. Tak ingin aku bermonolog. Tiada guna.
Sial. Titik memang kecil, tapi dampak dari sebuah titik tak sesederhana titik itu sendiri. Bukankah dampak dari titik itu adalah menjadi akhir dari suatu kalimat? "
March 10, 2011
0 komentar:
Posting Komentar