ketika kumendengar "Tuhan maha mendengar"
"seberapa besar telinga TUHAN itu?" pikirku.
ketika kumendengar "TUHAN maha melihat"
karena aneh aku bertanya...
"ada berapa mata Tuhan? dimana saja diletakkanNya itu?"
bingung aku, bingung aku...
karena besar telinga dan mata yg banyak, bingung, bingung aku jadinya
Ketika aku dipojokkan seorang lawan
"TUHAN itu maha pengampun, tapi..."
"manusia itu ada batasnya, aku kan bisa saja tidak mengampunimu!" lanjut sang lawan
apa yang bisa kukatakan? kehabisan kata aku jadinya
bingung aku, bingung aku...
karena dipojok tadi, bingung...., bingung aku jadinya
bagaimana kalau aku merubah seperti ini
"TUHAN maha melihat, tapi..."
"manusia itu ada batasnya, jadi lakukan sesukaku selama tidak ada yang melihat"
"TUHAN maha mendengar, tapi..."
"manusia itu ada batasnya, jadi aku bisa kutuk dia, sebatas dia tidak mendengar"
tambah bingung aku, bingung aku...
karena merubah hal-hal tadi, bingung, bingung aku jadinya
mana yang harus kuputuskan
dimulai dari kata "TUHAN maha..."
atau kalimat tadi ditambahkan kalimat yang dimulai dengan kata "tapi manusia..."?
karena sebelumnya aku bandingkan TUHAN dengan besarnya telingaku
penglihatan-Nya seperti hitungan sepasang mata yang dipisahkan hidungku
namun ketika dipojokkan, timbullah keanehan baru...
SANG MAHA hanya dipakai untuk menutupi kekurangan yang dimiliki manusia
atau mungkin ...
SANG MAHA dipakai untuk pembenaran kekurangan seseorang terhadap sesama
bingung aku, bingung aku...
karena keanehan baru tadi, bingung, bingung aku jadinya
masih bisakah...
karena kalimat tadi dimulai dengan kata "TUHAN...."
semata-mata menunjukkan kedaulatan SANG MAHA yang tidak dibatasi ruang dan waktu
dan tentunya tanpa harus dipakai untuk menutupi kekurangan kita sebagai manusia?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar