Sebuah tulisan yang direkam oleh penulis, tentang si anak pantai.
Tentulah Anda mengira ini cerita tentang anak pantai yang dilengkapi dengan papan seluncur di tangan kanannya, yang kekar badannya, dan dilengkapi urat-urat yang menonjol. TIdak...! Si anak pantai ini tidak memiliki kriteria itu. Dia hanyalah anak muda yang memang hitam legam kulitnya, dan tak dianugrahi otot-otot yang mentereng layaknya banci-banci yang bisa kita jumpai di pinggiran jalan ibu kota. Demikian juga nasibnya dengan urat-urat yang menempel di kulit legamnya itu, tak begitu nampak, kalaupun ada, itu juga bukan karena hasil dia menjelajahi pantai dengan papan seluncurnya, namun dikarenakan bentuk kurus badannya yang hampir tak menyisakan daging, sehingga membuat urat-uratnya terpampang dengan paksa di permukaan kulit.
Dalam suatu keadaan yang juga tak dimengerti oleh si penulis, si anak pantai sedang dalam tingkat kekesalannya yang memuncak, kala itu mentari sejuk menyinari bumi di penghujung siang. Tak tahu mengapa, si anak pantai ini melampiaskannya dengan menggubah sebuah sajak. Sebuah sajak yang menggambarkan kondisi hatinya, menggambarkan kekesalannya, dan menggambarkan apa saja yang bisa digambarkan dalam otak kecilnya (yang dalam pengakuan si anak pantai sebagai otak titisan Khalil Gibran).
ingin ku belah ombak
yang dengan lancang nya menerpa karang
akan ku bela si karang
walau tetap tegar karang berdiri
rasanya cukup bagiku untuk mengerti
sedikit-demi sedikit karang pun akan terhempas
walau terlihat tegar elok karang berdiri
ombak tiada henti berkuasa menerjang
ingin ku pecahkan keheningan laut yang jauh disana
yang tampak tak beriak di sana
akan ku telanjangi tipu dayanya
banyak sudah yang karam di dasarnya
rasanya cukup bagiku untuk mengerti
air beriak tanda tak dalam
ketenangan arus laut yang jauh disana
tak lebih dari pesona yang memangsa
ingin ku pulang saja dari pantai
karena ini hanya lah kemustahilan semata
ombak yang mampu ku taklukkan
ataupun air laut yang mampu terpecah belah itu
seandainya saja ku tidak ke pantai
Dan si anak pantai ini pun pulang, membawa sejuta angan yg terbang melayang.
Ternyata perkenalan kita tentang gambaran si anak pantai tidak berakhir di awal tulisan ini saja. Mari kita lanjutkan pengenalan kita terhadap si anak pantai. Si anak pantai memiliki kemampuan untuk terbang melayang, seperti sejuta angannya yang terbang melayang tadi. Walau kurus badannya, namun kemampuan bertahan hidup si anak pantai ini patut dihargai rekor
MURI, karena daya tahan tubuhnya yang seperti tokoh-tokoh kartun yang pernah kita tonton sewaktu kecil dahulu. Tak akan berakhir umur si anak pantai ini kalau hanya benturan-benturan hebat yang menghinggapi badannya. Namun hanya satu indikasi yang mampu meyakinkan semua orang kalau si anak pantai telah RIP (
Rest in Peace), jikalau jantungnya berhenti berdetak.