Bandung, 17 September 2009
Cuma mau bertransformasi menjadi si pemazmur yang menulis kitab Mazmur.
Cuma mau bertransformasi menjadi si pemazmur yang menulis kitab Mazmur.
Kalau tidak salah ingat ada bagian dalam kitab itu bertuliskan "malam menceritakan itu (kebaikan dan kebesaran Tuhan) kepada malam".
Oke ini saat yang tepat untuk menguji kebenaran ayat tersebut!
Selepas mengunjungi seorang teman, aku beranjak untuk pulang. Ketika itu jam 11 malam dan temanku itu mengingatkan bahwa pada jam ini angkot yang mengambil trayek jalan antapani tidak beroperasi lagi dan tidak lupa dia memintaku untuk memberinya kabar jika aku sudah sampai di kosan ku.
"So what gitu loh.....?" cuma dalam hati sih ini kukatakan, justru aku berpikir "ini saatnya menguji ketahanan kaki", karena saat itu aku memang tidak menunggangi motor ber plat B milikku itu.
Tempat kaki ini mulai start berjalan kaki adalah di jalan Antapani ... dan nanti garis finish-nya adalah perempatan jalan Antapani-Jakarta, karena awalnya ku pikir di perempatan inilah nantinya aku bisa menjumpai angkot Riung-Dago yang ku kira masih beroperasi pada jam ini.
"Oke...!" aku bersemangat.
Belum lagi lima menit aku berjalan, ada 'panggilan alam' miss call dari dalam tubuhku, yang artinya aku harus buang air kecil, atau yang bisa ku simpulkan "aku harus ke WC!!!!" Atau seharusnya aku, ...seperti kebiasaan naluri seorang laki-laki,... aku mencari 'sudut' saja untuk kutandai layaknya perilaku seekor anjing menandai daerah kekuasaannya.
"Tungggggu...!!!, aku kan bukan binatang!!! jelas-jelas aku ber-KTP, jelas-jelas aku cuma punya dua kaki!!!" maka ada bantahan dalam diriku untuk tidak mengikuti perilaku si anjing yang ada di pikiranku.
Ku tahan dan ku bersabar,... akhirnya kesabaran ini mulai menunjukkan hasil. Di depan ada GOR Futsal, dan anehnya masih buka jam segini.
""Kenapa ada orang yang berolah raga jam segini ya?" tanyaku dalam hati.
Mungkin ini dikarenakan sibuknya aktifitas yang menanti untuk dikerjakan di siang bolong, yang memaksa orang-orang ini nekat untuk berolah raga, walaupun sudah malam, walaupun mata seharusnya sudah terpejam, walaupun mungkin yang jaga GOR sudah bosan untuk berjaga, walaupun..... Ah sudahlah, yang pasti apapun itu alasan 'walaupun' yang membuat mereka tetap ber-futsal ria ditengah malam, toh malah mendatangkan kelegaan bagiku.
"AKU BISA NUMPANG KE TOILET!!!!!" jeritan puas dalam hati.
Jadi pembelajaran yang kudapat yaitu:
- Yakinlah, keadaan mendesak tidak selamanya harus membuat kita bertindak instan, apalagi mecari "jalan pintas"
- Tingkah laku aneh manusia, seperti berolah raga tengah malam, justru terkadang mendatangkan berkah bagi orang lain -seperti ku yang sedang mencari toilet.
- Kesabaran adalah kunci untuk menghindari tindakan instan (jalan pintas) dalam menghadapi setiap kendala -bahkan menghindarkan kita dari perilaku yang menyerupai anjing sekalipun.
Oke satu masalah sudah teratasi. Kembali aku berjalan menyusuri jalan Antapani ini. Jalanan kembali ku injak-injak (berjalan kaki-red), berharap menuju perempatan jalan Antapani-Jakarta secepatnya. Jalan agak berbelok ke kiri, terkadang dia berbelok kekanan, yah mau gimana lagi? kaki ini harus mengikuti bentuk jalanan. Ketika berbelok ke kanan, maka aku akan nurut, lalu berbelok ke kanan, demikian seterusnya satu jam kulalui.
Hingga akhirnya "Thanks God...." syukur ku dalam hati. Aku tiba di perempatan jalan Antapani -Jakarta. Aku menyebrang perempatan. Lalu, seperti umumnya para pemakai jasa angkot, aku menunggu di pinggir jalan, berharap angkot Riung-Dago melintas.
Lalu timbulah pikiran ekonomisku (lebih tepatnya tindakan yang dipertimbangkan oleh isi dompet yang semakin menipis), "Sembari berjalan, sembari menunggu angkot, kan bisa memangkas ongkos, semakin jauh ku berjalan, semakin murah nanti ongkos yang harus ku bayarkan ke sopir angkot" itulah 'kejeniusan instan' yang muncul karena terancam oleh isi dompet yang mulai menipis. :)
Lalu ku mulai lagi berjalan,... dan tentunya tak jemu-jemu aku melihat ke belakang, mana tau ada angkot yang akan melintas. Terus, dan terus kulakukan, berjalan, menengok kebelakang, berjalan, berhenti sebentar..., menengok kebelakang, berjalan lagi,... dst. Menyusuri sepanjang jalan jakarta, menyisakan jarum jam di angka 01:00. Hampir semua jalan jakarta ku babat habis, belum ada tanda-tanda angkot putih melintas.
"Jangan-jangan.... memang angkot Riung-Dago memang sudah masuk jam tidurnya?" tanyaku dalam hati.
Benar saja, sudah sampai aku di ujung jalan Jakarta -di depan Gereja HKBP Jl. Jakarta- tetap saja angkot tak ada. Akhirnya....
"bersabar ya kakiku" itulah cara ku menghibur kakiku yang mulai pegal.
"Mari melanjutkan perjalanan...!"
Rencana berjalan kaki berubah. Awalnya hanya ingin berjalan menuju perempatan jalan Antapani-Jakarta, dan telah diperpanjang dengan membabat habis panjangnya jalan Jakarta, kini tujuan akhir perjalanan kakiku adalah PUSDAI -sambil berharap tidak ada perubahan rencana lagi. Di PUSDAI inilah nantinya bisa kudapatkan angkot Cicaheum-Ciroyom.
"Dua kilometer lagi" hitung-hitunganku di dalam hati. Sebuah optimisme yang dipaksakan lantaran melihat bukti dari ketangguhan kakiku yang mampu membabat habis enam kilometer sebelumnya.
Sembari berjalan ada hal yang tiba-tiba melintas dalam otak liar ku ini.
- Wow, ternyata kalau dalam keadaan yang mendesak (tiada angkot-red), justru saatnya melihat ketangguhan diri ini - seperti ketangguhan kakiku dalam hal berjalan kaki.
- Wow, di sinilah keistimewaan berbadan tinggi, sekalipun sebenarnya aku takut dijambret dan juga isi dompet ini tak seberapa, tapi aku yakin jambret pasti akan gentar dengan badan tinggi ku ini. Muncullah keenangan dalam jiwa sebagai penghibur lelahnya kaki ku.
Tapi ada satu yang takkan gentar melihan badan ku yang menjulang tinggi ini. Yaps..., dan inilah hal yang paling kutakuti... BENCONG...!!!! Kuharap di sisa perjalanan ini aku tak bertemu mereka. Bencong bukan kutakuti karena mereka rata-rata punya urat-urat yang menonjol di kaki dan tangan mereka, tapi aku takut karena kepura-puraan mereka terhadap kenyataan. Kenyataan bahwa mereka adalah laki-laki. Kepura-puraan seakan mereka bisa menggugat TUHAN dengan merubah apa yang dianugrahkan TUHAN kepada mereka (jenis kelamin laki-laki-red). Ketakutan ku adalah, aku akan disadarkan, betapa seringnya hidupku ternyata juga 'dilapisi' kepura-puraan. Jangan-jangan... aku dan bencong adalah sama, sama-sama berpura-pura. Hanya saja mereka berpura-pura dengan jenis kelamin mereka, sedangkan aku berpura-pura menjadi baik ketika kondisi/keadaan memaksaku menjadi seorang yang baik, berpura-pura aku bisa tegar tanpa dukungan orang lain, berpura-pura mampu untuk menguatkan orang lain padahal dalam diri ini mejerit butuh kasih sayang.
Yah... antara bencong dan aku ternyata sebatas pura-pura. Jadi untuk apa aku takut kepada bencong??? toh ada kesamaan di antara kami. Tapi yang pasti, ada pembelajaran dari ketakutan atas bencong ini.
- Jauhi kepura-puraan, jadilah hidup yang terbuka bagi semua orang
- Takuti perbuatan kepura-puraannya, tapi kasihi orangnya. Karena bencong juga manusia. Hmm... jadi ingat sebuah lagu nihhehehhee... :).
Sembari merenung, sembari berjalan. Sembari berjaga-jaga akan ancaman bencong, sembari berjalan. Maka tiballah aku di PUSDAI. Tapi ada yang terlihat begitu indah di depan mataku. Ada pemandangan lampu-lampu malam di atas gunung yang telihat begitu indah di mataku. Lampu ditemukan manusia, gunung dan gelapnya malam diciptakan TUHAN. Maka ketika penemuan manusia yang ramah lingkungan ini berpadu akur dengan ciptaan TUHAN, menimbulkan nuansa keindahan. Yaps seperti inilah kesimpulanku.
- Indahnya pencapaian manusia ketika itu selaras dengan ciptaan TUHAN yang lain, dan yang pada akhirnya menikmati adalah manusia sendiri, seperti aku yang sedang terpesona memandangi malam bertabur lampu rumah di malam hari ini.
- Dan jika tidak ada kepaduan di antara kedua elemen ini, ... maka,... ah ku tau kalian bisa menduganya sendiri.
Oke setelah mendapat angkot Cicaheum-Ciroyom, dalam beberapa menit ke depan aku akan tiba di atas tempat tidur. Dan..., saatnya melemaskan otot kaki yang telah lelah menopang badan ini. Dan Syukur untuk pembelajaran di malam ini.
Jari tanganku mulai menari di atas hand phone ku. Aku sudah sampai di kosan, lalu kupencet tombol Yes.
Pesan Anda telah terkirim, laporan yang kuterima dari hand phone ku, dan saat itu baru kumenyadari waktu sudah menunjukkan pukul 02.30.
"Aku bangga dengan kakiku" pujiku dalam hati.
"Jangan ulangi lagi ya" mungkin itulah kira-kira yang dikatakan kakiku jika dia mempunyai mulut.
Satu hari, di malam jam 11, dikarenakan kunci motor hilang seperti d telan bumi, "pengendara motor ber-plat B" ini bertransformasi menjadi "pejalan kaki di tengah malam kota ber-plat D"Salam hangat,
Vester Cobain
note: tempuhan jarak yang tercatat disini adalah perkiraan semata dari si pejalan kaki bersangkutan.
0 komentar:
Posting Komentar