Revi dan Sally |
Kalau ada yang perlu disalahkan mengapa aku menulis note yang satu ini, Revi tentulah orangnya. Profil picturenya (semoga Revi belum menggantinya) membuatku teringat akan seorang gadis cantik, imut, menggemaskan, kreatif, lincah, dan pernah meninggalkan makna di dalam otak kecil ku yang semraut ini.
Ada kebiasaan anehku --silahkan kalian mencibir kebiasaan anehku yang satu ini--, sehabis mengajar sekolah minggu umumnya GSM (Guru Sekolah Minggu) akan melanjutkan dengan melaksanakan ibadah umum minggu di kebaktian orang dewasa. Lain cerita dengan aku, aku tidak masuk ke dalam gereja untuk ambil bagian dalam ibadah. Aku berada di luar bersama dengan anak-anak sekolah minggu yang sedang menanti orang tuanya yang sedang beribadah. Dan tentu saja, memutar otak untuk mencari permainan yang tepat untuk anak-anak ini, karena selera permainan anak-anak tentu tidak sama dengan selera orang dewasa sepertiku.
Otak ku memutuskan untuk menawarkan kepada anak-anak permainan tebak kata. Permainan ini simple. Pemainan ini dimulai dengan sebuah nyanyian singkat "A-B-C ada beeeeraaapaa..!", serta merta setiap peserta menjulurkan jari sebanyak yang mereka inginkan (dari yang tidak menjulurkan jari satupun hingga kesepuluh jari). Setelah semua peserta menunjukkan jari, salah satu peserta menghitung jumlah total jari yang ditunjukkan tadi. Menghitungnya tidak dengan angka (1,2,3,...dst.) tapi dengan menggunakan abjad (A,B,C,..dst.). Jadi jika total jari dalam permainan itu ada 5 berarti perhitungan akan berakhir di abjad "E", kalai ada 13 berarti abjad "M". Setelah perhitungan selesai, masing-masing peserta menyebut kata yang dimulai dengan abjad itu. Tentunya kategori kata yang akan dilombakan sudah ditentukan sebelum permainan dimulai , misalnya: nama-nama hewan.
Sally termasuk dari salah satu anak yang malu-malu ikut dalam permainan ini, dia hanya memperhatikan aku dan anak-anak lain,yang lebih berumur dari dia, bermain permainan ini. Jujur saja, aku kewalahan mengimbangi anak-anak, koleksi nama-nama hewanku ternyata tidak lebih banyak dari anak-anak yang mengikuti permainan. Tapi demi harga diri seorang yang telah berumur jauh dari anak-anak, aku lipatgandakan kinerja otakku untuk dapat menebak tiap kata yang diperlombakan.
Sally, gadis cilik ini sesekali ikut menyebutkan kata walau dia hanya sebagai penonton permainan ini. Maklum, Sally belum SD, jadi tiap kata yang di lontarkan sebenarnya hanyalah pengulangan kata dari kata yang telah disebutkan oleh anak-anak yang lebih besar dari dirinya. Aku memperhatikan tingkahnya itu, sehingga tanpa sepengetahuan peserta pemainan lainnya, aku mengikutsertakan Sally sebagai peserta ilegal dalam permainan ini.
Peserta ilegal???
Maksudku, dia tidak perlu menjulurkan tangannya setiap kali permainan, tapi dia selalu kuberi kesempatan untuk menebak kata, walau dia selalu menjadi yang terakhir karena tak secekatan anak-anak yang lebih besar darinya. Setiap dia kesulitan untuk menebak, aku membantunya dengan memberi clue nama hewan yang termaksud dalam abjad yang sedang dimainkan. Lucunya, setiap clue dari nama hewan yang kusebitkan selalu saja disambar lebih dahulu oleh anak lainnya.
"Huh... maklum, Sally kan belum sekolah" pikirku tabah.
Aku mulai mencari nama hewan lainnya, lalu memberi clue lagi padanya.... Dan lagi-lagi peristiwa serobot-menyerobot ini terulang lagi. Tak mau menyerah, aku putar otak secepat kilat mencari nama hewan lainnya untuk menyediakan clue pada Sally. Hingga tanpa kusadari aku bahkan menyajikan nama hewan yang bahkan terblang langka, dan hidupnya berada di ujung dunia terpencil sana, dan berukuran kecil pULa...!!! Sally pun kebingungan sendiri, demikian juga anak-anak yang lebih besar. Akhirnya, Sally hanya menyebutkan nama hewan yang sebenarnya sudah disebutkan sebelumnya oleh peserta legal lainnya.
"Cicak" kata Sally.
Hahahhahha...., aka hanya bisa tertawa. Anak ini mengenal dengan baik hewan yang berada disekelilingnya. Dia tidak peduli, apakah sebelumnya Cicak ini sudah ada yang menebak, yang dia tahu dia terlihat bahagia bisa menebak nama hewan yang di mulai dengan abjad "C".
Dan aku... sejenak pikiranku dibuat berwisata olehnya ke daerah-daerah tempat tinggal hewan yang berada di ujung dunia tersebut. Otakku kembali berwisata biologi, pelajaran yang paling tidak kusuka semasa bangku sekolah.
Sejujurnya, apa yang diperbuat Sally bukanlah menunjukkan kemenangan dalam permainan ini, karena dia hanya mengulang nama hewan yang telah disebutkan sebelumnya. Tapi, wajahnya menunjukkan penampakan seorang pemenang. Seorang yang tersenyum bangga, puas akan hasil yang telah dicapainya. Dia tidak peduli dengan gunjingan anak lainnya yang protes karena tebakan Sally cuma pengulangan.
Sally senang, dan puas akan apa yang telah dia ucapkan, apa yang telah mampu dia lakukan. Sallyi anak yang bahkan belum masuk SD ini, menyindirku dengan tindakkannya. Bahwasanya kemenangan adalah kepuasan dalam diri karena hasil pencapaian diri sendiri. Bukan hasil akhir, tapi bagaimana tersenyum menghargai diri sendiri.
Aku... yah, lagi-lagi aku diajari oleh anak kecil. Nasib-nasib...!!!
Oh iya, kalau di Bandung, nama permainan ini disebut "Gagarudaan"
Ada kebiasaan anehku --silahkan kalian mencibir kebiasaan anehku yang satu ini--, sehabis mengajar sekolah minggu umumnya GSM (Guru Sekolah Minggu) akan melanjutkan dengan melaksanakan ibadah umum minggu di kebaktian orang dewasa. Lain cerita dengan aku, aku tidak masuk ke dalam gereja untuk ambil bagian dalam ibadah. Aku berada di luar bersama dengan anak-anak sekolah minggu yang sedang menanti orang tuanya yang sedang beribadah. Dan tentu saja, memutar otak untuk mencari permainan yang tepat untuk anak-anak ini, karena selera permainan anak-anak tentu tidak sama dengan selera orang dewasa sepertiku.
Otak ku memutuskan untuk menawarkan kepada anak-anak permainan tebak kata. Permainan ini simple. Pemainan ini dimulai dengan sebuah nyanyian singkat "A-B-C ada beeeeraaapaa..!", serta merta setiap peserta menjulurkan jari sebanyak yang mereka inginkan (dari yang tidak menjulurkan jari satupun hingga kesepuluh jari). Setelah semua peserta menunjukkan jari, salah satu peserta menghitung jumlah total jari yang ditunjukkan tadi. Menghitungnya tidak dengan angka (1,2,3,...dst.) tapi dengan menggunakan abjad (A,B,C,..dst.). Jadi jika total jari dalam permainan itu ada 5 berarti perhitungan akan berakhir di abjad "E", kalai ada 13 berarti abjad "M". Setelah perhitungan selesai, masing-masing peserta menyebut kata yang dimulai dengan abjad itu. Tentunya kategori kata yang akan dilombakan sudah ditentukan sebelum permainan dimulai , misalnya: nama-nama hewan.
Sally termasuk dari salah satu anak yang malu-malu ikut dalam permainan ini, dia hanya memperhatikan aku dan anak-anak lain,yang lebih berumur dari dia, bermain permainan ini. Jujur saja, aku kewalahan mengimbangi anak-anak, koleksi nama-nama hewanku ternyata tidak lebih banyak dari anak-anak yang mengikuti permainan. Tapi demi harga diri seorang yang telah berumur jauh dari anak-anak, aku lipatgandakan kinerja otakku untuk dapat menebak tiap kata yang diperlombakan.
Sally, gadis cilik ini sesekali ikut menyebutkan kata walau dia hanya sebagai penonton permainan ini. Maklum, Sally belum SD, jadi tiap kata yang di lontarkan sebenarnya hanyalah pengulangan kata dari kata yang telah disebutkan oleh anak-anak yang lebih besar dari dirinya. Aku memperhatikan tingkahnya itu, sehingga tanpa sepengetahuan peserta pemainan lainnya, aku mengikutsertakan Sally sebagai peserta ilegal dalam permainan ini.
Peserta ilegal???
Maksudku, dia tidak perlu menjulurkan tangannya setiap kali permainan, tapi dia selalu kuberi kesempatan untuk menebak kata, walau dia selalu menjadi yang terakhir karena tak secekatan anak-anak yang lebih besar darinya. Setiap dia kesulitan untuk menebak, aku membantunya dengan memberi clue nama hewan yang termaksud dalam abjad yang sedang dimainkan. Lucunya, setiap clue dari nama hewan yang kusebitkan selalu saja disambar lebih dahulu oleh anak lainnya.
"Huh... maklum, Sally kan belum sekolah" pikirku tabah.
Aku mulai mencari nama hewan lainnya, lalu memberi clue lagi padanya.... Dan lagi-lagi peristiwa serobot-menyerobot ini terulang lagi. Tak mau menyerah, aku putar otak secepat kilat mencari nama hewan lainnya untuk menyediakan clue pada Sally. Hingga tanpa kusadari aku bahkan menyajikan nama hewan yang bahkan terblang langka, dan hidupnya berada di ujung dunia terpencil sana, dan berukuran kecil pULa...!!! Sally pun kebingungan sendiri, demikian juga anak-anak yang lebih besar. Akhirnya, Sally hanya menyebutkan nama hewan yang sebenarnya sudah disebutkan sebelumnya oleh peserta legal lainnya.
"Cicak" kata Sally.
Hahahhahha...., aka hanya bisa tertawa. Anak ini mengenal dengan baik hewan yang berada disekelilingnya. Dia tidak peduli, apakah sebelumnya Cicak ini sudah ada yang menebak, yang dia tahu dia terlihat bahagia bisa menebak nama hewan yang di mulai dengan abjad "C".
Dan aku... sejenak pikiranku dibuat berwisata olehnya ke daerah-daerah tempat tinggal hewan yang berada di ujung dunia tersebut. Otakku kembali berwisata biologi, pelajaran yang paling tidak kusuka semasa bangku sekolah.
Sejujurnya, apa yang diperbuat Sally bukanlah menunjukkan kemenangan dalam permainan ini, karena dia hanya mengulang nama hewan yang telah disebutkan sebelumnya. Tapi, wajahnya menunjukkan penampakan seorang pemenang. Seorang yang tersenyum bangga, puas akan hasil yang telah dicapainya. Dia tidak peduli dengan gunjingan anak lainnya yang protes karena tebakan Sally cuma pengulangan.
Sally senang, dan puas akan apa yang telah dia ucapkan, apa yang telah mampu dia lakukan. Sallyi anak yang bahkan belum masuk SD ini, menyindirku dengan tindakkannya. Bahwasanya kemenangan adalah kepuasan dalam diri karena hasil pencapaian diri sendiri. Bukan hasil akhir, tapi bagaimana tersenyum menghargai diri sendiri.
Aku... yah, lagi-lagi aku diajari oleh anak kecil. Nasib-nasib...!!!
Oh iya, kalau di Bandung, nama permainan ini disebut "Gagarudaan"
0 komentar:
Posting Komentar