header photo

PROTES (Calon Presiden Gila)

Suatu ketika di sebuah negeri, Negeri Gorengan, sedang menantikan perhelatan akbar pemilihan presiden yang direncanakan akan diselenggarakan secara langsung, bebas, dan rahasia.

Sebuah partai politik berpengaruh di negeri itu, Partai Yang Kita Cintai, sedang melangsungkan rapat agung. Rapat yang mengagendakan usulan calon presiden yang akan mereka usung dalam pemilihan presiden nanti.

"Menurut saya, kita lebih baik menjadikan Sutanto menjadi kandidat dari Partai Yang Kita Cintai" usul Dr. Sukanto, seorang elite politik yang berlatar belakang Matematika. "Peluang kemenangan Partai Yang Kita Cintai akan sangat besar, karena sebagai tokoh masyarakat, saudar Sutanto memenuhi semua prasyarat yang telah kita sepakati" lanjut Dr. Sukanto.


"Saya setuju dengan usulan saudara Sutanto" Prof. Sunaryo, seorang yang juga elite politik Partai Yang Kita Cintai dan memiliki latar belakang pendidikan Public Relation angkat bicara. "Menurut hemat saya, saudara Sutanto memiliki kedekatan dengan saudara Sumitro, presiden sebelumnya".

"Jika melihat dari latar belakang agamanya, dan bagaimana ketaatannya sebagai seorang pemeluk agama, saya setuju jika kita mengusung saudara Sutanto sebagai kandidat presiden dari koalisi partai kita ini" ujar Sulistiyo, seorang pemuka agama yang juga pemimpin dari salah satu partai yang berkoalisi dengan Partai Yang Kita Cintai.

"Sebagai seorang nasionalis, Saudara Sutanto memiliki semangat nasionalisme yang cukup mumpuni untuk kita kedepankan dalam pemilihan presiden nanti" Santoso, seorang keturunan pahlawan nasional yang juga merupakan seorang pemuda potensial yang dimiliki Partai Yang Kita Cintai, mengemukakan pendapatnya. Ketenaran Santoso sebagai satu-satunya keturunan dari pahlawan nasional benar-benar menjadikan dirinya menempati peranan penting di Partai Yang Kita Cintai. Padahal sebelum akhirnya tergiur untuk berkecimpung dipanggung politik, Santoso hanyalah seorang guru sejarah Sekolah Menengah Atas.

Rapat partai hampir saja memutuskan satu suara bulat untuk menjadikan Sutanto sebagai calon presiden dari partai. Senyum sutanto benar-benar tak mampu lagi dia sembunyikan. Dadanya dengan jelas terlihat kembang kempis. Sebelum akhirnya Siswanto, seorang yang mengenyam Ilmu Politik di strata satunya, dan akhirnya menamatkan Strata duanya di bidang Ilmu Kejiwaan, tak kuasa untuk menahan gejolak hati, angkat bicara.

"Bagi saya, jikalau kita menjadikan Sutanto sebagai kandidat dari partai ini, maka partai kita ini seakan-akan hanyalah sebuah partai besar tapi ompong.Ehmm... . Ompong yang saya maksudkan seperti ini. Partai Yang Kita Cintai adalah partai terbesar dengan pengaruh yang sangat kuat di Negeri Gorengan. Bukankah saudara Sutanto adalah seorang tokoh dengan berbagai keistimewaan yang telah Anda semua sebutkan. Bisa jadi, terpilihnya Sutanto nantinya dianggap sebagai kemenangan pribadi seorang Sutanto."

Sutanto mulai gerah mendengar celoteh Siswanto. Dan hendak memprotes pendapat Siswanto yang masih belum mencapai titik klimaksnya.

"Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada saudara Sutanto, biarkan saya menyelesaikan argumentasi saya ini"

Sutanto, yang sangat mengerti etika dalam berdemokrasi, pun mengurungkan niatnya untuk memprotes.

"Saya rasa tak ada salahnya jika kita mendengar sampai akhir argumentasi dari saudar Siswanto" Sutanto dengan besar dada mempersilahkan Siswanto untuk melanjutkan. Walau sebenarnya ada baiknya jika Sutanto mengkritik tajam 'argumentasi setengah jalan' dari saudara Siswanto dengan alasan mencoreng nama baiknya. Tapi tak dia lakukan. Etika demokrasi benar-bnenar dijunjung tinggi oleh Sutanto.

"Terima kasih untuk pengertian saudara Sutanto. Baiklah, saya akan melanjutkan kembali" Siswanto membetulkan posisi dasinya yang terasa mulai mencekik lehernya. Herannya, Siswanto mulai menyadari lehernya yang tercekik oleh dasinya sendiri tepat saat dia mulai menyelipkan kata "ompong" dalam argumentasinya tadi.

"Polikit pencitraan partai ini nantinya, bisa jadi dianggap karena nama besar saudara Sutanto dengan segala kelebihan yang dia miliki. Partai Yang Kita Cintai, bukan tidak mungkin akan mendapat julukan Partai Sutanto. Dan seperti yang pasti kita takutkan bersama, Sesungguhnya kekuatan partai tidak lebih hanya karena Sutanto semata. Jadi..., apalah artinya pengaruh Partai Yang Kita Cintai selama ini, kemana kita gunakan keuntungan sebagai partai yang memiliki suara rakyat terbanyak?"

Dr. Sukanto menyela. "Dari yang saudara katakan, itu hanyalah kemungkinan saja. Dan jika kita berbicara tentang kemungkinan, maka ada juga probabilitas kegagalan. Jadi belum tentu ketakutan yang saudara katakan itu benar adanya di masa depan"

"Oke,... benar yang Anda katakan. Anda benar-benar paham tentang teori probabilitas. Tapi kita berbicara dalam panggung politik... pencitraan partai... masa depan Partai Yang Kita Cintai. Jadi bolehkah saya lanjutkan argumentasi saya ini. Harap dimengerti, argumentasi saya ini memang sangat radikal jika dibandingkan pendapat saudara-saudara sekalian di awal rapat yang kesemuanya memiliki pendapat yang sama"

Sutanto, sekali lagi, dengan berbesar hati mengajak seluruh peserta rapat untuk mendengarkan argumentasi Siswanto.

"Dan inilah argumentasi pamungkas saya" Siswanto berhenti sejenak, bukan karena raju, tapi karena untuk kedua kalinya dia merasa dasinya kembali mencekik lehernya.

"Mari kita gunakan kekuatan suara rakyat terbanyak yang telah kita peroleh di pemilu sebelumnya. Siapapun wakil yang kita usung, tentunya akan menang dalam pemilihan presiden nanti. Ingat, suara partai ini adalah suara terbanyak, belum lagi jika ditambah dengan suara rakyat dari partai yang ikut berkoalisi dengan Partai Yang Kita Cintai" Siswanto menoleh ke arah Sulistiyo.

"Jadi mari kita usung seorang kandidat presiden yang justru belum pernah terdengar oleh siapapun, yang tak diduga-dugaoleh siapapun, bahkan seorang yang tidak berkompeten sekalipun, dan juga lebih luarbiasa jika kandidat tersebut memiliki kelakuan yang tak layak sebagai pemimpin. Dan akan sangat jelas, kemenangan kandidat presiden ini nantinya akan melambangkan keperkasaan partai kita terhadap oposisi kita."

Semua peserta rapat melotot. Agak tekejut, tapi tak sampai meneteskan air liur.

Peserta rapat berpikir, menimbang-nimbang. Diakusi dengan berbisik kepada orang yang duduk di sebelahnya. Ada yang mengangguk-angguk kecil, ada yang memijat-mijat kepalanya sendiri, ada yang bahkan samapai tertidur karena pusing.

"Argumentasi yang fenomenal. tak terbayangkan saudara siswanto begitu besarnya menaruh perhatian terhadapa pencitraan partai, masa depan partai, dan mengefektifkan raihan suara terbanyak yang diperoleh partai kita ini" Sutanto, untuk ketiga kalinya, berbesar hati.

"Saya setuju" lanjut Sutanto berpegang teguh dengan etika demoktasinya.

Dan tak menunggu lama, saudara-saudara peserta rapat pun mengucapkan hal yang sama dengan Sutanto. Walau sebenarnya ada sebagian besar dari mereka yang hanya ikut-ikutan dengan Sutanto.

"Jadi, siapa yang saudara Siswanto usulkan sebagai kandidat presiden?" tanya Sutanto.

"Orang Gila" jawab Siswanto tenang.

Palu rapat pun diketuk, tanda berakhirnya rapat dalam satu suara setuju.



Serpong, 12 Juli 2010

0 komentar:

Search Engine Optimization