header photo

PROTES (naiknya Harga)

Alkisah di sebuah negeri, Negeri Gorengan, terjadilah sebuah kegemparan. Gempar yang menggelegar, gelegar yang pertama-tama dirasakan Pak Presiden negeri gorengan. Pak Presiden gundah, cemas, dan bisa jadi menggigil karenanya.

Apa sebab???

Seminggu sebelumnya, Pak Menteri Listrik memberitahukan tentang daya listrik di negeri gorengan tak akan mencukupi kebutuhan listrik seluruh rakyat negeri gorengan. Belum lagi defisit yang terjadi karena pembuatan listrik selama ini benar-benar sudah menyetrum kas dana Negeri Gorengan.

Tiga hari sebelumnya, Pak Menteri Minyak memberitahukan bahwa minyak sedang langka di negeri gorengan. Jadi ingin mengalihkan pemakaian minyak ke gas. Masalahnya tabung gas itu kan besar, dan belum lagi produksi tabung juga perlu biaya.

Dua hari sebelumnya, Pak Menteri Bensin memberitahukan bahwa bahan baku pembuat bensin semakin menipis di negeri gorengan. Biaya pembuatan Bensin pun semakin licinnya, semakin mahal, semakin menggila.

Sehari sebelumnya, Pak Penjaga Lalu-lintas memberitahukan bahwa semakin rumitnya membuat Surat Tanda Nomor Kendaraan. Belum lagi, anak buah Pak Penjaga Lalu-lintas minta naik gaji, karena perut mereka perlu diisi sesuai dengan volume perut yang semakin membuncit.

Pak Presiden pun susah tidur karenanya. Kantung matanya semakin melebar, semakin besarlah tempat air matanya tersimpan. Dan karena tempat penyimpanan air mata yang semakin membesar itu, alhasil, tak perlulah Presiden menangis, toh kapasitas penyimpanan air mata kan sudah mumpuni? Pak Presiden jadi lupa cara menangis.

"Bagaimana ini?" tanya Pak Presiden dalam hati.

"Dapatkah rakyatku menanggung semua ini?" tanya Pak Presiden juga masih dalam hatinya.

Pak Presiden bergumul sendirian dalam hatinya. Gundah, cemas, dan bisa jadi menggigil karenanya.

Akhirnya, dalam pergulatan batinnya sejam suntuk, Pak Presiden dapat ilham.

"Aku harus pertama-tama lihat dahulu reaksi rakyatku" juga masih dalam hatinya Pak Presiden bergumam.


-------------

Pak Presiden mengenakan jubah petani, lalu mendatangi kaum petani di Negeri Gorengan.

"Pak, jika suatu saat harga pembuatan Surat Tanda Nomor Kendaraan naik, apa bapak akan keberatan?" Pak Presiden berjubah petani bertanya.

"Yah, wong saya cuma petani gini loh pak, boro-boro masalah pembuatan Surat Tanda Nomor Kendaraan, saya aja mengemudi kendaraan saja belum pernah. Apalagi punya kendaraan, mimpi di siang bolong itu namanya. Jadi untuk apa saya keberatan dengan kenaikan harga itu?" dengan lugas si Petani sungguhan menjawab


-----------

Presiden mengenakan jubah penjual gorengan, lalu mendatangi kaum penjual gorengan di negeri gorengan.

"Bagaimana penjualan gorengan di hari ini pak?" Presiden berjubah penjual gorengan bertanya.

"Laris pak. Walau hanya dengan gerobak kecil begini, saya sudah bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari" dengan bangga si Penjual Gorengan sungguhan menjawab.

"Pak, jika suatu saat harga bensin naik, apa bapak akan keberatan?"

"Untuk apa keberatan? toh dengan sekali dorong gerobak saya ini sudah bisa berjalan keliling kota. Hebatnya lagi, saya tidak butuh bensin untuk menjalankannya. Ah mana urusan saya itu mah pak. Selama tukang isi angin untuk roda gerobak saya masih tersedia di negeri ini, saya mah sudah puas dengan itu."

-----------

Presiden mengenakan jubah nelayan, lalu mendatangi kaum nelayan di negeri gorengan.

"Angin malam ini sepertinya sangat mendukung untuk berlayar ya pak?" Presiden berjubah nelayan bertanya.

"Ya beginilah pak. Angin adalah sumber kehidupan bagi seorang nelayan. Tanpa angin yang menorong layar, bagaimana mungkin perahu saya bisa berlayar?" sambil menunjuk ke layar, yang penuh dengan tambalan di sana-sini, si Nelayan sungguhan menjawab.

"Pak, jika suatu saat harga minyak naik, apa bapak akan keberatan?"

"Hah... minyak??? ah... no prablem lah itu pak. Layar perahu saya itu ditambal dengan kain perca, dan tak perlu di lumuri minyak untuk dapat menjadi layar yang sanggup menjaring angin biar perahu saya dapat berlayar. no prablem lah pak"

-----------

Presiden mengenakan jubah penarik becak, lalu mendatangi kaum penarik becak di negeri gorengan.

"Wah, betis bapak itu kokoh sekali. Pasti sudah teruji untuk menggenjot becak mengelilingi kota" Pak Presiden berjubah penarik becak terkagum-kagum

"Betis??? oh... lah iya atuh pak. Betis ini adalah kekuatan hidup saya. Kalau orang-orang umumnya mengenal peribahasa 'sekali dayuh, satu dua pulau terlewati', nah bagi saya 'sekali genjot, satu-dua kilo saya lewati'" penarik becak mempertontonkan kokohnya betis yang dimilikinya.


"Pak, jika suatu saat harga listrik naik, apa bapak akan keberatan?"

"Eh... saya beritahu nih ya pak. Betis saya ini terbentuk karena menggenjot becak, bukan karena berlatih di Treadmil yang butuh listrik untuk mengoperasikannya. Jangan bapak kira saya punya Treadmil di rumah. Lah mau ditaruh di mana barang semewah itu di rumah bobrok saya? Bapak ada-ada saja. Persetan dengan listrik, saya hanya butuh kayuhan di pedal becak untuk membuat betis sekokoh ini."

------------

Pak Presiden lari terbirit-birit ke istana. Lalu memanggil Pak Menteri Listrik, Pak Menteri Minyak, Pak Menteri Bensin, Pak Penjaga Lalu-lintas.

Dan mengeluarkan titah.

"Lakukan semua yang kalian pandang baik. Penduduk kita ini adalah penduduk yang tegar. Mereka dapat melalui masa-masa sulit ini. Mereka punya kebanggaan terhadap negeri yang kita cintai bersama ini. Apalah arti kenaikan harga di negeri ini??? Mereka mampu menghadapi, dan tak akan keberatan karenanya. Inilah penduduk yang berani menanggung suka dan duka bersama. Mereka pasti BISA......!!!!!!" dengan haru Pak Presiden bertitah.

Demikianlah, hilang sudah gundah, cemas, dan menggigil yang dialami Pak Presiden. Dan kantung matanya yang besar itu, cukup mampu menampung semua air mata haru yang hendak dikeluarkan mata Pak Presiden. Dan Pak Presiden tak menangis karenannya.

Sayang, penduduk negeri gorengan tidak memiliki kantung mata sebesar Pak Presiden. Dan mereka menangis, mengeluarkan air mata karenanya. Kantung mata mereka teramat kecil.

0 komentar:

Search Engine Optimization