Seekor monyet menanti di atas pohon. Seperti yg sudah-sudah, hanya satu yg diharapkannya. Melihat wanita berbaju indian dari atas pohon, tempat dia bergantung. Monyet menanti.
Seperti di pagi hari yang sudah-sudah, wanita berbaju indian bermain di taman, 'Taman Yang Indah'. Ada bunga di sana, ada pohon yang setinggi badannya, ada juga pohon yang dua kali tinggi badannya, hingga ada juga yang menjulang teramat tinggi.
Dari pohon yg menjulang teramat tinggi di 'Taman Yang Indah', monyet tersenyum melihat kedatangan wanita berbaju indian. Monyet tersenyum.
Wanita berbaju indian teringat akan kisah dari seorang putri raja yang cantik. Wanita berbaju indian menari bak seorang putri raja. Kawanan kelinci yg ada di taman ikut bergembira, dan mengikut di belakang wanita berbaju indian.
Monyet tersenyum kembali. Mungkin akan lebih bahagia jika monyet bisa berubah menjadi pangeran, menemani putri yang sedang menari sendiri. Tapi dia bukan pangeran, cuma seekor monyet. Seketika senyum di cembung pipi monyet redup. Dia cuma seekor monyet.
Seekor kelinci yg sedari tadi ikut di belakang wanita berbaju indian, yang sedang menari, secara tak sengaja menabrak kaki wanita itu. Tarian berhenti. Wanita berbaju indian menoleh ke bawah, lalu tersenyum. Tarian putri raja kini berganti menjadi tarian kelinci. Wanita berbaju indian sesekali meloncat keudara, mengikuti loncatan kelinci. Kelinci menjadi pengarah tarian wanita berbaju indian. Tiga kali melompat ke depan, berhenti sejenak, goyang pantat ke kiri-kanan, lalu melompat lagi.
Jelas, mudah bagi monyet unt meniru tarian kelinci. Baru saja monyet melompat sekali bak kelinci, ranting pohon mulai bunyi, hendak patah. Pupus sudah tarian kelinci hanya dalam satu gerak. Monyet terdiam.
Burung gereja melintas di atas langit. Hanya dengan merentangkan sayap, tak mengepak, burung gereja melayang mengiris-iris langit. Wanita berbaju indian meniru. Tangannya di rentangkan, lalu mulai berlari memutari Taman Yang Indah. Kelinci mengikuti dari belakang.
Di atas pohon, monyet merentangkan tangan dan coba berjalan dengan kedua kakinya di atas batang pohon. Setelah tiga langkah, monyet hampir saja terjungkal, jatuh. Kehilangan keseimbangan. Monyet berpegangan pada ranting di dekatnya. Tak ada lagi melanjutkan meniru sayap tak berkepak burung gereja. Monyet tak mampu mengikuti gerak wanita berbaju indian. Monyet tak mampu.
Seketika langkahnya terhenti. Tak bersuara, ada kebosanan menyelimuti wanita berbaju indian. Dia duduk, tepat di depan kumpulan daun talas. Sisa hujan semalam masih tertinggal di atas daun talas. Jemarinya menggoyang daun talas, tetesan air jatuh.
Tetesan air jatuh dari atas pohon. Monyet menangis.
Sudah kering semua daun talas dibuatnya. Wanita berbaju indian pun terdiam. Seperti yang sudah-sudah, harapan wanita berbaju indian tak kunjung tiba. Bahwasanya kedatangannya setiap hari ke Taman Yang Indah adalah unt menanti. Dia menanti untuk bertemu binatang kesayangannya sembari menari. Jika bosan dia menari, dia berbincang dengan binatang yang lain, sesekali mengikuti tingkah binatang. Bermain dengan bunga dan tanaman, juga terkadang justru mempermainkan. Apa saja dia lakukan, sembari menanti, yang adl tujuan utamanya. Wanita berbaju indian telah lelah menanti. Dan inilah hari terakhir baginya untuk mengakhiri penantiannya. Tak ada lagi waktu yg akan datang unt menanti monyet, binatang kesayangan wanita berbaju indian. Inilah kesempatan terakhir.
Apalah guna, jika hanya melihat dari kejauhan, dari atas pohon. Tiada makna, tiada cerita, tiada ... Ya, eksistensi ada namun tiada. Monyet tak berarti. Ketidakberartian yang harus dihentikan. Hari ini juga. Di Taman Yang Indah, monyet memutuskan untuk tidak kembali keesokan hari, keesokan minggu, keesokan bulan, selamanya. Atas nama ketidakberartian. Monyet.
Wanita berbaju indian meninggalkan Taman Yang Indah, lalu menghilang.
Monyet meninggalkan Taman Yang Indah, lalu menghilang.
Teruntuk dia, yang kepadanya tulisan ini dibuat, dan hanya kepadanya tulisan ini dimengerti
Seperti di pagi hari yang sudah-sudah, wanita berbaju indian bermain di taman, 'Taman Yang Indah'. Ada bunga di sana, ada pohon yang setinggi badannya, ada juga pohon yang dua kali tinggi badannya, hingga ada juga yang menjulang teramat tinggi.
Dari pohon yg menjulang teramat tinggi di 'Taman Yang Indah', monyet tersenyum melihat kedatangan wanita berbaju indian. Monyet tersenyum.
Wanita berbaju indian teringat akan kisah dari seorang putri raja yang cantik. Wanita berbaju indian menari bak seorang putri raja. Kawanan kelinci yg ada di taman ikut bergembira, dan mengikut di belakang wanita berbaju indian.
Monyet tersenyum kembali. Mungkin akan lebih bahagia jika monyet bisa berubah menjadi pangeran, menemani putri yang sedang menari sendiri. Tapi dia bukan pangeran, cuma seekor monyet. Seketika senyum di cembung pipi monyet redup. Dia cuma seekor monyet.
Seekor kelinci yg sedari tadi ikut di belakang wanita berbaju indian, yang sedang menari, secara tak sengaja menabrak kaki wanita itu. Tarian berhenti. Wanita berbaju indian menoleh ke bawah, lalu tersenyum. Tarian putri raja kini berganti menjadi tarian kelinci. Wanita berbaju indian sesekali meloncat keudara, mengikuti loncatan kelinci. Kelinci menjadi pengarah tarian wanita berbaju indian. Tiga kali melompat ke depan, berhenti sejenak, goyang pantat ke kiri-kanan, lalu melompat lagi.
Jelas, mudah bagi monyet unt meniru tarian kelinci. Baru saja monyet melompat sekali bak kelinci, ranting pohon mulai bunyi, hendak patah. Pupus sudah tarian kelinci hanya dalam satu gerak. Monyet terdiam.
Burung gereja melintas di atas langit. Hanya dengan merentangkan sayap, tak mengepak, burung gereja melayang mengiris-iris langit. Wanita berbaju indian meniru. Tangannya di rentangkan, lalu mulai berlari memutari Taman Yang Indah. Kelinci mengikuti dari belakang.
Di atas pohon, monyet merentangkan tangan dan coba berjalan dengan kedua kakinya di atas batang pohon. Setelah tiga langkah, monyet hampir saja terjungkal, jatuh. Kehilangan keseimbangan. Monyet berpegangan pada ranting di dekatnya. Tak ada lagi melanjutkan meniru sayap tak berkepak burung gereja. Monyet tak mampu mengikuti gerak wanita berbaju indian. Monyet tak mampu.
Seketika langkahnya terhenti. Tak bersuara, ada kebosanan menyelimuti wanita berbaju indian. Dia duduk, tepat di depan kumpulan daun talas. Sisa hujan semalam masih tertinggal di atas daun talas. Jemarinya menggoyang daun talas, tetesan air jatuh.
Tetesan air jatuh dari atas pohon. Monyet menangis.
Sudah kering semua daun talas dibuatnya. Wanita berbaju indian pun terdiam. Seperti yang sudah-sudah, harapan wanita berbaju indian tak kunjung tiba. Bahwasanya kedatangannya setiap hari ke Taman Yang Indah adalah unt menanti. Dia menanti untuk bertemu binatang kesayangannya sembari menari. Jika bosan dia menari, dia berbincang dengan binatang yang lain, sesekali mengikuti tingkah binatang. Bermain dengan bunga dan tanaman, juga terkadang justru mempermainkan. Apa saja dia lakukan, sembari menanti, yang adl tujuan utamanya. Wanita berbaju indian telah lelah menanti. Dan inilah hari terakhir baginya untuk mengakhiri penantiannya. Tak ada lagi waktu yg akan datang unt menanti monyet, binatang kesayangan wanita berbaju indian. Inilah kesempatan terakhir.
Apalah guna, jika hanya melihat dari kejauhan, dari atas pohon. Tiada makna, tiada cerita, tiada ... Ya, eksistensi ada namun tiada. Monyet tak berarti. Ketidakberartian yang harus dihentikan. Hari ini juga. Di Taman Yang Indah, monyet memutuskan untuk tidak kembali keesokan hari, keesokan minggu, keesokan bulan, selamanya. Atas nama ketidakberartian. Monyet.
Wanita berbaju indian meninggalkan Taman Yang Indah, lalu menghilang.
Monyet meninggalkan Taman Yang Indah, lalu menghilang.
Teruntuk dia, yang kepadanya tulisan ini dibuat, dan hanya kepadanya tulisan ini dimengerti
Parapat, 3 juli 2010
0 komentar:
Posting Komentar