header photo

pencari keterbukaan II

May 4, 2011 
Previous chapter: pencari keterbukaan 1

TIGA

tok..tok..tok...
demikian bunyi dari pintu yang ku ketuk. Tak berselang dari dalam terdengar suara

"Siapa di sana?"

"Tak bisakah Anda membuka terlebih dahulu, sebelum hendak Anda bertanya padaku?" jawabku.

Akupun mencoba mengintip dari nako jendela samping pintu. Itupun tak dapat kutelusuri pandanganku ke dalam, sebab horden menghalangi. Demikian juga orang yang tadi berkata: "Siapa di sana?", tentulah tak dapat melihatku jikalau dia melakukan hal yang sama -- berusaha mengintip siapa lawan bicaranya.

Lalu muncullah lagi suara yang dari dalam itu berkata : "Tidakkah seharusnya Anda dapat menjawab pertanyaanku ketimbang mengajukan persyaratan: 'Tak bisakah Anda membuka terlebih dahulu, sebelum hendak Anda bertanya padaku?'?"


Heranku menjadi-jadi. Manusia dari belakang pintu yang ku ketuk ini tentulah seorang yang memiliki banyak kehormatan sehingga tetap mempertahankan untuk tidak membuka pintu bagiku dan malah menunjukkan kehormatannya sebagai pemegang kuasa atas tutup-bukanya pintu dengan berkata kepadaku: "Tidakkah seharusnya Anda dapat menjawab pertanyaanku ketimbang mengajukan persyaratan : 'Tak bisakah Anda membuka terlebih dahulu, sebelum hendak Anda bertanya padaku?'?".

Akupun tak segera menjawab.

--- h . e . n . i . n . g ---

"Baiklah, apalah gunanya aku lanjutkan pembicaraan tanpa tatap muka yang demikian ini. Biarlah kuurungkan niatku, dan bersegera tinggalkan Anda yang ada dalam rumah yang demikian ini. Anggaplah tidak pernah terjadi ketukan yang ku ketuk sebanyak tiga kali pada pintu yang padanya Anda berkuasa untuk membuka dan menutupnya"

Dari dalam, segera suara itu kembali terdengar. "Lalu sekarang mengapa pula Anda mengurungkan niat, dan bersegera undur diri. Bagaimana mungkin Anda dapat berkata 'Anggaplah tidak pernah terjadi ketukan yang ku ketuk sebanyak tiga kali pada pintu yang padanya Anda berkuasa untuk membuka dan menutupnya'? Sedang Ketukan yang tadi Anda buat telah terdengar sampai ke telingaku. Bisakah suara yang telah terdengar dapat dihapus dari jejak peristiwa?"

"Seandainya suara dapat terhapus dari jejak peristiwa, aku tentu memilih untuk segera menghapus suara Anda yang pertama kala berkata 'Siapa di sana?'" balasku yang merasa bahkan untuk pergi menjauh dari pintu itu saja mendapat halangan.

"Jikalau Anda yang di luar sana tak menyukai aku berkata 'Siapa di sana?', lalu apakah dengan munculnya aku membuka pintu adalah pilihan yang lebih baik ketimbang aku berkata 'Siapa di sana?'"

"Jelas! Aku yang berdiri di depan pintu ini lebih memilih untuk bersegera melihat wajah Anda ketimbang mendengar suara yang bahkan tak ku ketahui tampang, raut, ataupun ekspresi saudara saat mengucapkan 'Siapa di sana?'"

"Pintu bisa saja terbuka. Hanya akulah yang bisa lakukan hal yang demikian, dan bukan Anda yang di luar sana. Namun tak ada salahnya dalam pikir ku jikalau aku bertanya 'Siapa di sana?'. Sekarang jelaslah siapa yang berkuasa atas keterbukaan pintu yang atasnya aku berkuasa"

--- h . e . n . i . n . g . S . E . L . A . M . A . N . Y  . A ---

Apalah yang dapat hendak kubantah bagi orang yang telah menjadi lawan bicara tanpa tatap muka ini? Langkah kaki undur diri tak tertahan lagi. Keterbukaan yang tak kuraih dari depan pintu ini adalah keterbukan yang padanya ada orang yang berkuasa untuk membuka. Dan orang yang demikian merasa pantas untuk mendapat kehendaknya sebelum dia membuka pintu. Karena "Siapa di sana" adalah lebih baik ketimbang pintu yang terbuka.

Keterbukaan yang padanya ada pribadi yang berkuasa untuk membuka. 


Masih saja ku mencari keterbukaan
 TO BE CONTINUE ...

0 komentar:

Search Engine Optimization