header photo

Hampir,

Hampir,

Hampir pagi, namun belum pagi. Sudah bangun, tapi tak berarti hampir bangun. Benar-benar bangun. Adalah Dia yang benar-benar bangun dan hampir pagi.

Jikalau saja ada kata yang tersisa dari kesuksesannya dahulu, tentulah hanya kata PENYESALAN yang tertinggal. Tertinggal untuk diratapi, dikenang, dan kembali lagi untuk diratapi. Tatapannya kini pun tak lagi seperti optimisme kala masa pengangkatannya dulu jadi pegawai kelas menengah. Saat mencoba ingin membohongi dirinya sendiri, bahwasanya Dia masih terangkat hingga kini, hanya desah kelu "huh..." yang keluar dari mulutnya.


--------=360 derajat berlawanan jarum jam=-------

"Kejujuran tak akan mungkin bisa bertahan" demikian Teman Dekat berkata ketus terhadap sikap kejujuran saat mendengar rangkaian curhat dari Dia yang baru saja terdepak dari Kantor Institusinya sendiri.

"Tak bertahan memang, tapi setidaknya kejujuran adalah hal yang benar untuk dilakukan. Itulah identitasku!" pembelaan Dia kala itu mendengar ketus Teman Dekat.

"Tentu kau tak akan bertahan lama untuk bisa bertahan hidup. Identitas membawamu cepat akan kata PENYESALAN dikemudian hari!!!@$#%$^#%^%#&$@!!!!!" Teman Dekat menunjukkan kekesalan dan lantas berlalu dengan raut kesal. Pergi begitu saja.

"Karena memang aku hidup tak hanya sekadar untuk bertahan hidup". Sebuah kalimat yang tertahan dalam hatinya, sambil menyaksikan Teman Dekat pergi meninggalkannya. Sendiri.

--------=360 derajat searah jarum jam=-------



Dia melihat kondisinya kini. Seorang yang jadi tertawaan bagi kejamnya dunia. Tak Dia berlaku curang saat hendak seorang Pengusaha Tua Kumis Tebal Berbadan Cembung menyodorkan sebuah pelicin dalam bentuk secarik cek bernilai 360 juta yang disisipkan pada sebuah amplop seukuran cek itu sendiri.



--------=360 derajat berlawanan jarum jam=-------

"Anak muda pikirkan sebelum akhirnya kau menyesal" nada Pengusaha Tua Kumis Tebal Berbadan Cembung mulai bernada mengancam

"Apa tidak seharusnya aku yang berkata demikian pada tuan? Tidakkah suara nuranimu berkata padamu tentang apa yang tuan perbuat ini adalah sebuah kejahatan?" Dia coba membela dirinya dan juga mencoba menyadarkan Pengusaha Tua Kumis Tebal Berbadan Cembung akan perbuatan yang coba menyogok demi tercapainya kata sepakat. Tentang penentuan pemenang tender yang diadakan oleh Kantor Institusi dimana Dia bekerja sebagai pegawai kelas menegah. 

Menengah adalah suatu posisi yang tak menguntungkan di segala macam kehidupan pekerja. Memiliki bawahan, pula memiliki banyak atasan. Atasan menekan, pula tak berarti bawahan tidak bisa mendesak? Apalagi jika ini tentang sumber kenyamanan yang dipandang dunia. Uang.

Jadi demikian seperti yang mudah disangka banyak khalayak ramai, Bawahan-bawahan tidak suka pada Dia, karena dipikir menghalangi rezeki cuma-cuma bagi Bawahan-bawahan.

Apalagi bagi Komplotan Atasan Kelas Kakap Pula Cembung Perutnya. Ketidaksamaan gerak adalah pelanggaran. Bagaimana mungkin saat para komplotan atasan berkata "iya", ternyata ada seonggok daging --yang bernama Dia-- mencoba ambil langkah sendiri dan berseberangan?

Dan seperti De javu. Ancaman dari Pengusaha Tua Kumis Tebal Berbadan Cembung terjadi sebulan kemudian. Unjuk rasa di tujukkan pada Dia terjadi dalam Kantor Institusi, pelakunya adalah Bawahan-bawahan. Komplotan Atasan Kelas Kakap Pula Cembung Perutnya bernafas lega, celah unjuk rasa ini dijadikan alasan tepat untuk menendang bokong Dia agar terlempar dari Kantor Institusi. Maka terjadilah demikian seperti yang telah direncanakan, disepakati, diketahui oleh Pengusaha Tua Kumis Tebal Berbadan Cembung, Bawahan-bawahan, dan Komplotan Atasan.

--------=360 derajat searah jarum jam=-------


Dia menegakkan kepalanya. Hampir-hampir Dia terjebak pada romantisme penyesalan. Apa yang disesali? Itu hanyalah sebuah romantisme murahan yang coba mempermainkan identitas dirinya sendiri. Satu yang masih dia miliki dan tak dapat direbut oleh masa lalu, adalah tentang Dia yang masih memiliki identitas. Identitas yang tak dipengaruhi oleh tertawaan kejamnya dunia, dan tidak dibentuk karenanya. Identitas yang ada padanya adalah gambaran Dia. Dirinya sendiri. Sendiri dan kepala tegak. Setegak-tegaknya.

Dan ... Dia adalah seorang yang pernah ada di Kantor Institusi tapi beridentitas. Tak menyesal, walau hampir saja terjebak pada romantisme penyesalan. 

Hampir,


Nb: salam mesra teruntuk teman-teman yang dahulu kukenal dengan identitas mereka sendiri-sendiri. Semoga masih sama identitas itu. Amin.

Salam ProvoKASIH


 June 4, 2011

0 komentar:

Search Engine Optimization