di bawah ketiak langit
seorang anak bertubuh dekil menari
berputar-putar dia langkahkan kaki
mengelilingi api unggun bersemarak
kehangatan sang api memacu tariannya
bersama perutnya yang terlihat membengkak
sang anak menari
bersama perut membengkak
dalam tiap putaran mengelilingi api unggun
lupakan isi perut kosong membengkak
tiang bendera tegak berdiri
menyediakan pondasi bagi bendera berkibar setengah tiang
angin ribut mengamuk, menerjang
bendera setengah tiang dengan liuk menari-nari
berpondasi tiang bendera yang menggigil
tiang bendera yang terjangkit influenza
tiang bendera adalah pondasinya
bendera hanya meliukkan kibaran semata
dari angin yang mengamuk, menerjang
jikalau ada kata yang tersisa
tentulah itu dari seorang nenek yang terdiam
bersandar pada tiang bendera
si nenek mengerti makna tiang bendera, sandarannya itu
pandangannya tertuju pada nisan di depannya
nisan itu tertancap di atas tanah hijau
berhiaskan bambu runcing berwarna kuning
topi pejuang menutupi nama yang tergores di nisan
di bawah nisan, di dalam tanah
tiada berdaging, kulit pun tidak
lidah pun tidak, jangan harap untuk bernada
hanya tersisa tulang belulang
sabagai tanda eksistensi yang pernah ada
bersenjata runcing bambu yang menusuk makamnya
memiliki nama, tapi kini tertutup topinya sendiri
jadi sekarang, siapa yang mengenalinya?
Si nenek mengerti makna tulang belulang itu,
di bawah tiang bendera yang terjangkit influenza
angin terus saja mengamuk, menerjang
menghampiri api unggun bersemarak
padamkan kehangatan yang tadi tercipta
menghentikan langkah kaki yang berputar-putar
seorang anak bertubuh dekil tidak menari
teringat isi perut kosong membengkak
di bawah ketiak langit
bendera setengah tiang dengan liuk menari-nari
ada nenek sedang bersandar tepat di bawahnya
mengerti apa yang ada di atasnya
si nenek tak ingin mengadahkan kepalanya ke atas
pandangannya tertuju pada nisan di depannya
hatinya tertuju yang di bawah nisan
hormatnya bagi eksistensi yang pernah ada
di bawah ketiak langit
angin terus saja mengamuk, menerjang
bendera setengah tiang dengan liuk menari-nari
pulanglah nek...
kembalilah ke asalmu
cegahlah, perut cucumu membengkak
biarkan bendera setengah tiang dengan liuk menari-nari
tinggalkan sandaranmu
pada tiang bendera yang terjangkit influenza
mungkin lebih baik begini
terdiam walau ada kata tersisa
hormat mu bagi eksistensi yang pernah ada
tinggalkan hatimu di bawah nisan
Sajak TERinjak-injak:
1. bendera setengah tiang
2. di bawah pembangunan singgasana
3. warna-warni jalan raya
4. Dan KAMi siAP TertawA
0 komentar:
Posting Komentar