Seandainya dapat, mungkin ini sudah kulakukan lebih cepat. Tetapi aku tak bisa.
Wanita itu Tersenyum. "Ada apa mas?" Dia bertanya keheranan kepadaku yang sedari tadi memandang ke arahnya.
"Ah enggak, cuma pandangan kosong aja" Jawabku singkat
Wanita itu meraih tanganku, lalu mulai mengajakku beranjak dari ketidakbergerakan langkahku. "Hari ini kau harus mampir ke tempatku" pintanya sambil mempercepat langkahnya.
Aku tidak melawan, tidak juga berhenti. Kuayunkan langkah kakiku mengimbangi langkah cerianya itu.
"Kata orang tua, gak baik pikiran kosong. Entar ada yang masuk kan repot. Nah nanti kalau mas kesurupan, aku juga yang repot" Wanita ini membahas pandangan kosongku kepadanya tadi.
Aku hanya tersenyum, berusaha meneruskan kebohonganku tadi. Padahal tatapanku tadi jelas bukan pandangan kosong, padahal dalam otakku sedang menyusun rencana, padahal di balik mataku -yang kubilang kosong itu- terselip kekaguman terhadap antusias yang selalu dia perlihatkan, padahal aku adalah seorang yang tak bisa menguraikan setiap gejala yang terpatri dalam otakku, padahal ada sesuatu yang kusembunyikan padanya, padahal aku ingin dia mengerti arti tatapanku padanya tanpa perlu lagi dia bertanya balik, dan masih banyak lagi "padahal" yang belu, sempat kuuraikan satu persatu hingga saat wanita itu menghentikan langkahnya di depan sebuah rumah.
"Ini rumahku" binar matanya mulai menyalak.
"Oh"
Diam-diam tangannya kugenggam lebih erat,... lebih erat, semakin erat, hingga dia mulai resah dengan tindakanku ini.
"Kenapa mas? Kamu grogi ya?"
"Sepertinya begitu" jawabku dan berharap dia tidak bertanya mengapa.
Kami mulai memasuki rumah, dengan cepat ku lepaskan tangannya dari genggamanku. Mungkin tidak siap, mungkin juga takut terlihat tidak sopan, mungkin aku takut hal ini terlihat di depan orang tuannya.
"Mam..., Pap..." Wanita itu setengah berteriak memanggil orangtuanya.
Apa aku cemas...? Mungkin tidak seberapa, tapi yang pasti di balik baju yang ku pakai keringat semakin jelas berjatuhan menyusuri kulitku yang tak putih ini.
Wanita itu memasuki salah satu kamar, sepertinya itu kamar orang tuanya, dan dalam beberapa jenak kembali keluar. Membuka pintu satu lagi, mungkin yang ini adalah kamarnya, agak cukup lama dia berada di dalam.
Kini tak cuma keringat, kakiku pun ikut bergetar dan bergetar lalu semakin lama semakin bergetar, aku mulai tak kuat lagi. Aku mendekati kursi dan terduduk di sana.
Wanita itu keluar dan sudah mengenakan pakaian yang lain. "Tunggu sebentar ya" pintanya saat dia mulai membuka pintu yang lain lagi dan tak berapa lama suara dari kran air terdengar dari balik pintu itu, tahulah aku bahwa di balik pintu itu adalah kamar mandi.
Wanita itu tersenyum saat keluar dari pintu itu. "Oke sudah bisa kok, silahkan" wanita itu mempersilahkan aku untuk memasuki kamar mandi.
Dengan segera, secepat kambing berlari, seperti bajaj yang hampir mogok aku berjalan ke arah pintu itu.
Wanita itu keluar, dan aku masuk ke dalam. Kubuka resleting celanaku, dan selesai sudah dilema yang membuat keringatku keluar dan kaki yang bergetar.
Memang buang air kecil yang tertunda sunggu menyiksa.
CoOL...!!!
Wanita itu Tersenyum. "Ada apa mas?" Dia bertanya keheranan kepadaku yang sedari tadi memandang ke arahnya.
"Ah enggak, cuma pandangan kosong aja" Jawabku singkat
Wanita itu meraih tanganku, lalu mulai mengajakku beranjak dari ketidakbergerakan langkahku. "Hari ini kau harus mampir ke tempatku" pintanya sambil mempercepat langkahnya.
Aku tidak melawan, tidak juga berhenti. Kuayunkan langkah kakiku mengimbangi langkah cerianya itu.
"Kata orang tua, gak baik pikiran kosong. Entar ada yang masuk kan repot. Nah nanti kalau mas kesurupan, aku juga yang repot" Wanita ini membahas pandangan kosongku kepadanya tadi.
Aku hanya tersenyum, berusaha meneruskan kebohonganku tadi. Padahal tatapanku tadi jelas bukan pandangan kosong, padahal dalam otakku sedang menyusun rencana, padahal di balik mataku -yang kubilang kosong itu- terselip kekaguman terhadap antusias yang selalu dia perlihatkan, padahal aku adalah seorang yang tak bisa menguraikan setiap gejala yang terpatri dalam otakku, padahal ada sesuatu yang kusembunyikan padanya, padahal aku ingin dia mengerti arti tatapanku padanya tanpa perlu lagi dia bertanya balik, dan masih banyak lagi "padahal" yang belu, sempat kuuraikan satu persatu hingga saat wanita itu menghentikan langkahnya di depan sebuah rumah.
"Ini rumahku" binar matanya mulai menyalak.
"Oh"
Diam-diam tangannya kugenggam lebih erat,... lebih erat, semakin erat, hingga dia mulai resah dengan tindakanku ini.
"Kenapa mas? Kamu grogi ya?"
"Sepertinya begitu" jawabku dan berharap dia tidak bertanya mengapa.
Kami mulai memasuki rumah, dengan cepat ku lepaskan tangannya dari genggamanku. Mungkin tidak siap, mungkin juga takut terlihat tidak sopan, mungkin aku takut hal ini terlihat di depan orang tuannya.
"Mam..., Pap..." Wanita itu setengah berteriak memanggil orangtuanya.
Apa aku cemas...? Mungkin tidak seberapa, tapi yang pasti di balik baju yang ku pakai keringat semakin jelas berjatuhan menyusuri kulitku yang tak putih ini.
Wanita itu memasuki salah satu kamar, sepertinya itu kamar orang tuanya, dan dalam beberapa jenak kembali keluar. Membuka pintu satu lagi, mungkin yang ini adalah kamarnya, agak cukup lama dia berada di dalam.
Kini tak cuma keringat, kakiku pun ikut bergetar dan bergetar lalu semakin lama semakin bergetar, aku mulai tak kuat lagi. Aku mendekati kursi dan terduduk di sana.
Wanita itu keluar dan sudah mengenakan pakaian yang lain. "Tunggu sebentar ya" pintanya saat dia mulai membuka pintu yang lain lagi dan tak berapa lama suara dari kran air terdengar dari balik pintu itu, tahulah aku bahwa di balik pintu itu adalah kamar mandi.
Wanita itu tersenyum saat keluar dari pintu itu. "Oke sudah bisa kok, silahkan" wanita itu mempersilahkan aku untuk memasuki kamar mandi.
Dengan segera, secepat kambing berlari, seperti bajaj yang hampir mogok aku berjalan ke arah pintu itu.
Wanita itu keluar, dan aku masuk ke dalam. Kubuka resleting celanaku, dan selesai sudah dilema yang membuat keringatku keluar dan kaki yang bergetar.
Memang buang air kecil yang tertunda sunggu menyiksa.
CoOL...!!!
0 komentar:
Posting Komentar