aku terdiam di ruang kerjaku
terpaku erat dalam dudukan, depan meja kerjaku
tentang masa lalu, yang berlalu, dan membawaku
galau..., hari ini, jelang nanti, pilihanku
sebelum akhirnya, lamunanku bawa sertaku...
mimpi bawaku dalam taman
yang aman, dalam suaru merdu penghuni taman
asing... alangkah terasing taman itu
beratap biru langit, pun berhijau daun
tengah kota, tapi tak bermahkota
tak bising, angin sayu-sayu mendayu
gemercik dahan, bertahan perlahan
senandung penghuni taman
terduduk dalam taman itu
seorang mahasiswa, kurus, beralmamater penuh warna
tiba-tiba saja matanya terisap ke dalam
tiba-tiba saja hidungnya menghilang
tiba-tiba saja kupingnya tak bersisa
tiba-tiba saja lidahnya habis
tiba-tiba saja kulitnya mengerut, lalu lenyap
tiba-tiba saja tangannya tak ada lagi
tiba-tiba saja kakinya mengecil, lalu musnah
tiba-tiba saja kesemua bagian tubuhnya habis
yang tersisa tinggal otaknya saja
otak itu menggeliat membesar,
semakin besar, tambah besar,
membengkak, hampir meledak
otak bengkak yang tersisa,
tiba-tiba saja matanya kembali lagi
tiba-tiba saja hidungnya kembali lagi
tiba-tiba saja kupingnya kembali lagi
tiba-tiba saja lidahnya kembali lagi
tiba-tiba saja kulitnya kembali lagi
tiba-tiba saja tangannya kembali lagi
tiba-tiba saja kakinya kembali lagi
tiba-tiba saja kesemua bagian tubuhnya kembali lagi
terbentuklah seorang pekerja berkerah putih, berdasi
terduduk dalam taman itu
pekerja berkerah putih itu mengelus perutnya
terus dielus, semakin cepat mengelus
dielusnya lagi, dan lagi
otak, di balik tempurung kepalanya, mengecil
sementara perutnya semakin membesar
otot-otot tubuhnya disembunyikan lemak
kantung baju, kantung celananya juga terisi, sesak
hidungnya membesar, tajam mencium kebusukan yang ada
lidahnya memanjang, siap menjilat siapa dan apa saja
matanya membeludak, siap melihat segala kesempatan
beratap biru langit, pun berhijau daun
tengah kota, tapi tak bermahkota
tak bising, angin sayu-sayu mendayu
gemercik dahan, bertahan perlahan
senandung penghuni taman
asing... alangkah terasing taman itu
mimpi bawaku dalam taman
yang aman, dalam suaru merdu penghuni taman
terjaga dari lamunan ku terhenyak
aku terdiam di ruang kerjaku
terpaku erat dalam dudukan, depan meja kerjaku
kubuka lemari meja, kuraih amplop tebal
kumasukkan amplop ke saku kemejaku, berkerah putih
peduli amat tentang lamunan tadi
terpaku erat dalam dudukan, depan meja kerjaku
tentang masa lalu, yang berlalu, dan membawaku
galau..., hari ini, jelang nanti, pilihanku
sebelum akhirnya, lamunanku bawa sertaku...
mimpi bawaku dalam taman
yang aman, dalam suaru merdu penghuni taman
asing... alangkah terasing taman itu
beratap biru langit, pun berhijau daun
tengah kota, tapi tak bermahkota
tak bising, angin sayu-sayu mendayu
gemercik dahan, bertahan perlahan
senandung penghuni taman
terduduk dalam taman itu
seorang mahasiswa, kurus, beralmamater penuh warna
tiba-tiba saja matanya terisap ke dalam
tiba-tiba saja hidungnya menghilang
tiba-tiba saja kupingnya tak bersisa
tiba-tiba saja lidahnya habis
tiba-tiba saja kulitnya mengerut, lalu lenyap
tiba-tiba saja tangannya tak ada lagi
tiba-tiba saja kakinya mengecil, lalu musnah
tiba-tiba saja kesemua bagian tubuhnya habis
yang tersisa tinggal otaknya saja
otak itu menggeliat membesar,
semakin besar, tambah besar,
membengkak, hampir meledak
otak bengkak yang tersisa,
tiba-tiba saja matanya kembali lagi
tiba-tiba saja hidungnya kembali lagi
tiba-tiba saja kupingnya kembali lagi
tiba-tiba saja lidahnya kembali lagi
tiba-tiba saja kulitnya kembali lagi
tiba-tiba saja tangannya kembali lagi
tiba-tiba saja kakinya kembali lagi
tiba-tiba saja kesemua bagian tubuhnya kembali lagi
terbentuklah seorang pekerja berkerah putih, berdasi
terduduk dalam taman itu
pekerja berkerah putih itu mengelus perutnya
terus dielus, semakin cepat mengelus
dielusnya lagi, dan lagi
otak, di balik tempurung kepalanya, mengecil
sementara perutnya semakin membesar
otot-otot tubuhnya disembunyikan lemak
kantung baju, kantung celananya juga terisi, sesak
hidungnya membesar, tajam mencium kebusukan yang ada
lidahnya memanjang, siap menjilat siapa dan apa saja
matanya membeludak, siap melihat segala kesempatan
beratap biru langit, pun berhijau daun
tengah kota, tapi tak bermahkota
tak bising, angin sayu-sayu mendayu
gemercik dahan, bertahan perlahan
senandung penghuni taman
asing... alangkah terasing taman itu
mimpi bawaku dalam taman
yang aman, dalam suaru merdu penghuni taman
terjaga dari lamunan ku terhenyak
aku terdiam di ruang kerjaku
terpaku erat dalam dudukan, depan meja kerjaku
kubuka lemari meja, kuraih amplop tebal
kumasukkan amplop ke saku kemejaku, berkerah putih
peduli amat tentang lamunan tadi
FIKSI Bising Kepala, 27 Juni 2010
0 komentar:
Posting Komentar