header photo

khayal


aku keluar dari batas diriku sendiri. Dan seketika melewati batas diriku sendiri, tak ku mencari dia yang telah ku kenal sejak lama. Ya, dia bernama PENGECUT. Karna kutahu ke mana ujung pencarianku andai aku mencari PENGECUT. Aku takkan menemukannya, karna sudah barang tentau dia mengumpat, bersembunyi dan seorang diri. Tak ada yang tahu, bahkan bumi pun tak tahu keberadaannya.

aku langkahkan kaki kiriku saat melewati batas diriku sendiri. Dan KENEKATAN menghardikku. "Aih...aih... hanya satu langkah? mengapa berat kutatap langkahmu itu? KENEKATAN mencibirku begitu saja, dan berlalu. Apa dikata, hendak kusanggah cibirannya itu kepadaku tapi dia seenaknya saja berlalu menerobos batasan waktu dan menghilang seperti mati, terjun dari lantai enam sebuah gedung di salah satu gedung menumpuk di jalan Rasuna Said, Jakarta (sarang kemacetan).

aku langkahkan kaki kananku, tapi langkah kaki kanan tak mendahului kaki kiri, berdiri sejajar dengan yang kiri. Lalu dari balik aku mendengar sebuah suara, aku tak yakin... tapi dari suara yang cukup familiar itu aku yakin suara itu adalah punya KEADILAN. "Setiap langkah yang kau buat dalam kesejajaran, tak berarti dirimu berarti dalam keberbedaan yang tak sejajar dengan analogi hukum sebab akibat yang dapat diterima setiap orang. Dapatkah kau tegakkan kepalamu karenanya?" Mendengar celoteh yang seperti itu, adalah ciri khas dari KEADILAN yang lantas menguap bagai asap dan tak bersisa jejak kehidupannya,... dan karena alasan demikian aku tak menoleh kebelakan untuk memastikan keberadaan KEADILAN yang berada seratus delapan puluh derajat dari batas diriku ini.

aku putuskan, setelah berdiri sejajar kedua kakiku, dengan jarak satu langkah telah kulewati batas diriku, aku putuskan mengadah ke langit. berharap ada kesempatan mengingat seorang teman, PENGHARAPAN.
Seorang teman yang tak kuingat lagi rupanya, bahkan aku sendiri heran mengapa aku teringat akan dirinya selepas aku melewati batas diriku.

Bukankah aku telah lama tak mendengar suaranya?
Dan jikalau dia berdiri di belakangku, seratus delapan puluh derajat dari batas diriku, dan berkata-kata kepadaku,... dan lalu aku menoleh kepadanya, mungkin aku akan menyangka bahwa dia adalah orang lain,... yang tak ku kenal.

Apa mungkin PENGHARAPAN bersembunyi?
Kurasa tak mungkin, itulah sebabnya aku mengadah kelangit. Karena seharusnya PENGHARAPAN mudah terlihat bagi semua orang (baik yang mengenal ataupun tak kenal, atau bahkan bagi mereka yang telah melupakan PENGHARAPAN), dan karena itu akulah aku mengadah ke langit-langit... karena dari bawah lalu mengadah ke atas, maka semua eksistensi yang ada di langit akan mudah terlihat.
Tapi setidaknya demikianlah teori yang berlaku bagi mereka (termasuk diriku ini yang baru saja selangkah melewati batas diriku) yang pernah mendengar perihal PENGHARAPAN.
Tapi tak kutemukan PENGHARAPAN saat kumengadah, menerawang langit-langit.

"Mungkin PENGHARAPAN tak berwujud" pikirku.

Aku kecewa, hanya karna kesimpulan sendiri yang kurumuskan demikian tentang PENGHARAPAN.... asumsi belaka tanpa pembuktian sejauh yang kusangka.

Lalu aku melangkah satu langkah mundur, kembali ke dalam batas diriku sendiri.



SEKIAN.





Dan seketika aku berbaring bersama PENGECUT dalam pelaminan di dalam batas diriku sendiri, dan tak lagi-lagi keluar melewati batas diriku sendiri.




0 komentar:

Search Engine Optimization