header photo

Dalam sudut pandang dinding kamar, dia, Kitab Suci, dan sesuatu dari dalam mulut

Hari ini ada yang berbeda. Aneh dan tak seperti biasanya. Sebangun tidur dia langsung berberes tempat tidurnya sendiri.

Seingatku hal pertama yang dia lakukan selepas mimpi tidur membuainya, dia langsung menuju kamar mandi. Lalu tak lama terdengar gemercik air seperti dituangkan berkali-kali, dan suara air bertemu dengan lantai kamar mandi terdengar sampai keluar. Begitu derasnya. Lalu hening sejenak, tak ada suara dari balik kamar mandi. Kemudian badannya sudah tak berpakaian tapi dari pinggang sampai ke lututnya ditutupi handuk biru kepunyaannya itu, ada beberapa bagian yang bolong.

Hari ini berbeda. Setelah selesai rapi itu tempat dia tidur semalaman bersama mimpi yang hanya dia dan Tuhan tahu  ---seandainya saja alam bawah sadar bisa ditutupi dari pengawasan Tuhan ---, dia langsung ambil bangku yang ada di depan meja bacanya.

Aneh dan tak seperti biasanya. Apa yang dia mulai buka lalu baca di atas meja bacanya bukan berkas-berkas kantor, yang biasanya dia bawa ke kontrakannya seandainya tak sempat waktu delapan jam sehari yang dia habiskan di kantornya beserta tetek-bengek urusan kantor, rapat, melobi rekanan bisnis, telepon si Yayang curi-curi waktu senggang.

Mulai dari jam sembilan pagi  hingga jam lima sore, persis delapan jam, demikian isi kontrak yang disodorkan oleh pihak perusahaan saat dia bertanya: "Berapa jam watu aktif kerja di perusahaan seandainya dia diterima di perusaaan ini?". Demikian akhirnya hari demi hari - terkecuali tanggal merah kalender dan hari Minggu- dia tepati kontrak kerja tersebut. Delapan jam dia habiskan kehidupannya di kantor. Seandainya ada pekerjaan yang belum selesai hingga jam lima sore, tetap saja dia pulang tepat waktu kontrak kerja. Tapi itu pekerjaan yang tak rampung dia bawa pulang ke kontrakan, dan dilanjutkan kembali. Jadi bisa saja waktu hidupnya memang delapan jam ada badannya di perusahaan tempat dia bekerja, tapi beban pikirannya untuk mengurusi pekerjaan sesungguhnya lebih dari dua puluh lima jam sehari. Alangkah luar biasa berdedikasi otak yang dia pakai selama ini.

Hari ini berbeda, apa yang dia baca di atas meja bacanya adalah Kitab Suci. Begitu hormatnya dia dengan satu buku itu sehingga sesaat sebelum buka Kitab Suci dia lafalkan doa kepada Sang Pembuat Kitab Suci, Tuhan Alam Semesta. Sebentar saja dia lafalkan doa-doa itu---seperti dikejar-kejar jarum detik cepatnya doanya itu jam---  lalu dia buka Kitab Suci. Dia membaca, baca, dia membaca. Hey... aku terheran-heran, dia benar-benar membacanya. Aneh dan tak seperti biasanya.

Aku tak berani bilang apa yang kulihat kemudian adalah tak seperti biasanya ---karena peristiwa baca Kitab Suci bukanlah hal yang rutin---, tap yang jelas ini adalah keanehan yang absolut. jelas-jelas aneh.

Kumelihat tangannya mencoba menutup mulutnya, menjaga sesuatu yang mencoba keluar dari mulutnya. Matanya berdelik. Ini terjadi setelah dia akhiri pembacaan Kitab Suci. Keringat kemudian menyusul menetes. Pertama-tama dari balik lehernya, kemudian dari punggungnya keringatnya membasahi habis baju bagian belakang yang dia kenakan.

Apa yang coba ditahan agar tak keluar akhirnya keluar juga. Mulutnya mengeluarkan sesuatu. Demikianlah adanya sesuatu yang coba dipaksa untuk tinggal di dalam padahal seharusnya hendak keluar tentu tak bisa ditahan, walau keras penahan itu coba menghalangi.

Mulutnya mengeluarkan sisa-sisa apa yang ditelannya kemarin tadi. Adalah "kebenaran yang tak dikatakan", "perasaan terdalam yang tak sempat dibahasakan", "kesalahan teman kerjanya yang ditutup-tutupi agar dia tak kena imbasnya", "pernyataan sikap dan prinsip kerja yang dianut pada masa mudanya" itulah yang ditelan mulutnya kemarin tadi dan akhirnya keluar juga. Dan itu terjadi setelah dia membaca Kitab Suci.


Aneh.

Kenapa tak dia biasakan untuk menyatakan itu semua dengan mulutnya?

Kenapa kesemuanya itu bisa tersembunyi di balik mulutnya?


Hari ini, seandainya dinding punya lidah dan mulut untuk berbicara, tentulah aku akan mengatakan keberatan itu padanya. Tapi aku hanyalah dinding bertulang bata, berlapis indahnya warna cat. Aku hanya dinding tak bermulut, dan ku melihat keseharian dia dan keanehanya di hari ini.


-----hanyalah sebuah kelu dari dinding-----

aku hanyalah dinding bertulang bata, berlapis indahnya warna cat,
aku hanya dinding tak bermulut



Sumber gambar: Klik di sini


Sebuah bising kepala dari 2 Timotius 3:16

"Segala tulisan yang diilhamkan   Allah  memang bermanfaat untuk mengajar,  untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran"

1 komentar:

Harikuhariini mengatakan...

Woi bang.. Chek out my blog.. Ada PR buat mu. Dikerjakan yah..

Search Engine Optimization