Catatan saku, sebuah aktifitas merekam kejadian demi isi kepala yang penuh dengan kelupaan. Setiap yang tercatat hanyalah sebuah solusi dari penyakit kronis yang kumiliki. Karena aku adalah pelupa sejati. Catatan saku, mencatat yang tercatat dalam hari, dan aku menjurnalkan hidup
"Pesembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang harum bagi ALLAH"
Aku benar-benar tidak menyangka, firman yang ku ceritakan di sekolah minggu hari ini memang tersaji bagiku. Benar adanya bahwa firman itu seperti pedang bermata dua bagi si pembawa firman.
Mengapa?
Seperti yang kuutarakan di dua note sebelumnya, dompetku tidak lagi berhiaskan asesoris yang bernama uang. Sekepingpun tidak. Bahwa aku tidak punya uang untuk nanti membayar lahan parkir yang kugunakan bagi motorku itu memang menjadi dampak yang menerorku hingga kini. Dan lebih parahnya, aku tidak memiliki uang untuk kumasukkan ke dalam kotak persembahan nanti saat ibadah umum minggu. Benar-benar hal yang menggenaskan. Ouww,,,, kambing mbe-mbe, kucing meong-meong, aku menggenaskan-menggenaskan-MENGGENASKAN...!!!
Ada jeda 30 menit antara sekolah minggu dan ibadah umum. Karena ruangan yang dipakai adalah sama adanya. 30 menit ini digunakan untuk mempersiapkam bangku plastik, sound system, mengeluarkan buku ende dari laci dan bersih-bersih ruangan. Dan ayat di atas benar-benar berdampak hebat bagi keminderan akibat penyakit kere ku ini. Aku yang sedari awal cemas memikirkan uang untuk masukkan ke dalam kantung persembahan justru dapat mempergunakan keberadaan tubuh ini untuk membantu mempersiapkan ibadah bersama penatua-penatua dan rekan guru sekolah minggu.
Maklum, gereja di Cinunuk ini adalah pos pelayanan (pagaran) dari gereja HKBP resort Bandung Timur. Selain ruangan yang sempit (ini sudah diperhalus ketimbang menggunakan kata sesak), di gereja ini belum ada cooster yang dipekerjakan untuk mempersiapkan ruangan dan tetek bengek lainnya yang berkaitan dengan persiapan di dalam ruangan. Penatua-penatua, dan orang telah hadir sebelumnya (seperti GSM) lah yang berinisiatif untuk beralih peran sebagai cooster.
Adakah aku menggunakan ayat ini sebagai pembenaran dari tindakanku yang bersiap tidak memberikan uang persembahan saat ibadah umum nanti?
Yaps...!!! ini tidak bisa kupungkiri. Adalah keteledoranku yang menggunakan uangku untuk urusan-urusanku tanpa memikirkan uang yang harus kupersembahkan untuk TUHANku sendiri yang dari padaNYA uangku berasal. Ini adalah kesalahan dariku, dan itu kuakui.
Namun karena itu aku jadi hendak melakukan kesalahan ke dua, yaitu aku tidak ikut ibadah minggu karena tidak ada persembahan, jelas merupakan kesalahan yang nyata amat sangat. Jadi sudah salah satu, aku tidak ingin jatuh ke kesalahan ke dua. Dan ayat di atas benar-benar memaknai keberadaanku di gereja saat ini. Aku bisa pergunakan kelengkapan badanku untuk membantu yang bisa ku bantu. Dan aku bersyukur untuk itu.
Dan seperti sudah di duga, saat ibadah umum aku melewatkan begitu saja kantung persembahan. Firman yang diberitakan sungguh membuatku mengharu biru menyesali tindakan bodohku di pagi hari. Aku hendak menyalahkan TUHAN karena penyakit LUPA yang kumiliki. Seperti bangsa Israel yang murka karena Allah memberikan hukuman kepada mereka akibat kesalahan mereka sendiri, seperti bangsa Israel yang memilih untuk melawan Tuhan lebih lantang lagi ketimbang bertobat, seperti itulah tadi pagi hampir saja kuperbuat dengan mengurungkan niatku ke gereja. Ini membuatku merenungi penyakit lupa yang kuderita sampai tahap kronis ini. Dan aku menemukan solusinya. Aku bertekad mengalungkan segala jenis kunci yang kupunya pada leherku. huhuuu... CoOL...!!!
Selesai ibadah, aku berniat meminjam uang dari teman GSM. "Sar, bisa pinjam uang mu 1000" pintaku.
Ajaibnya, dia malah memebalas "Hah... cuma 1000? yakin bang?" sebuah pertanyaan yang menggelitik bagiku, seorang yang berharap mendapatkan uang seribu untuk membayar lahan parkir motorku. Tapi lebih ajaib lagi, justru temanku ini memberi aku 3000, lebih dari yang ku pinta padanya. "Ini untuk kamu aja, gak usah dikembalikan. Untuk jajan batagor di depan" katanya lanjut sambil bercanda.
Dan aku tertawa geli amat sangat. Luar biasa sekali dampak kebaikkan temanku ini padaku.
Kini setelah menebus motor di parkiran, aku mendorong motorku menuju kos yang berjarak kurang lebih 3 KM. Sebuah konsekuensi doa yang kupanjatkan di pagi tadi. Dengan posisi duduk di atas jok motor, tangan kanan memegang stang motor, tangan kiri memegang batang gitar yang kusandarkan di depan badanku, kakiku melangkah layaknya berjalan kaki agar motorku bisa terbawa menuju Jatinangor. Dan dikantungku masih tersisa 2000 karena aku sudah cukup aneh jika masih sempat berpikir beli batagor ketimbang memikirkan kelelahan yang akan melandaku saat mendorong motor ini.
Siapa yang bisa menyangka seperti yang kusangka di hari ini. Bahwa ada keberadaan pom bensin, yang selama ini selau lolos dari perhartianku saat sedang berkendara motor, sungguh berhasil mengembangkan senyumku dan melupakan tetesan keringan yang sudah deras terselip di belakang punggungku. Dan tanpa pikir panjang, 2000 ini aku pakai untuk membeli setengah liter bensin.
Aku cukup bersabar menunggu antrian sambil tetap berada di atas motorku. Kurasa petugas pom bensin cukup geli melihat gayaku saat itu. Seorang pemuda di atas motor yang ribet dengan gitar yang disandarkan di depan badannya, belum lagi tas punggung yang kukenakan "cukup berisi" karena menampung alat peraga sekolah minggu.
Aku angkat jari tengah dan telunjuk tangan kiriku membentuk huruf "V" sambil menahan gitarku tetap melekat di depan badanku. Sebelum petugas itu menekan tombol pada box pengisian bensin aku berkata "2000 ya bukan 2 liter" demi menghindari kesalahpahaman yang berujung pada ketidakmampuan membayar.
Dengan si roda dua yang sudah bisa berjalan lagi aku langkahkah laju roda ini menuju sekre PMK berniat mengembalikan gitar pinjaman ini. Seperti dugaanku, kali ini sekre PMK sepi. Tiada pintu terbuka saat aku memencel bel. Mereka semua masih berkeliaran di gereja masing-masing. Dan... tiada orang sekre, toh tetap saja aku bisa masuk kedalam. Bukan karena penyakit kere yang menyebabkan kemampuan sebagai maling tiba-tiba kumiliki, tapi karena tempat rahasia penyimpanan kunci adalah rahasia umum bagi kaum mahasiswa yang terlibat dalam PMK ini. Hahahhaa.... inilah namanya "PMK yang terbuka", setidaknya dalam definisi yang sebenarnya dari kata-kata itu. CoOL...!!!
Jadi sebenarnya bisa saja tadi pagi, kalau teman-teman penghuni sekre sudah pergi gereja dan aku hendak meminjam diam-diam gitar PMK. Tapi apalah daya, keterbukaan mesti ada aturannya juga. Jadi seandainya tadi pagi aku tidak menemukan penghuni sekre untuk meminta izin meminjam gitar, aku tentu tak akan mengambil gitar diam-diam. Sama seperti saat aku memasuki sekre ini untuk kembalikan gitar, aku menunggu salah satu dari mereka pulang, setidaknya untuk memastikan bahwa gitar ini sudah ku kembalikan salam kondisi yang sama baiknya seperti saat ku meminjamnya.
Dan,... ada-ada saja. Penyakit kere memang terkadang menimbulkan niat maling-memalingi jika saja tidak dikelola dengan baik. Bayangkan, tiada berduit di dalam sebuah sekre kosong yang di dapurnya ada tersaji nasi goreng B2 hasil racikan penghuni sekre, benar-benar mencoba merontokkan idealisme sebagai orang tamu yang tahu sopan santun. Jadi, biarlah nasi goreng itu tetap pada tempatnya, dan aku cukuplah berada di ruang tamu memelototi TV menunggu kepulangan tuan rumah. Hahahhaha..... dan siaran TV di setiap akhir pekan sudah tentu.... WISATA KULINER. Sepertinya ada konspirasi untuk menjatuhkan idealisme bertamuku ini.
Dan aku tertawa geli bersama isi perut yang kosong sebagai nada Tenor dalam paduan suara tunggal VeSteR.
kambing mbe-mbe, kucing meong-meong, kodok teok-tekbung (teok-tekbung)
tetapi anak TUHAN selalu bergembira,
Gloria Haleluya.
CoOL...!!!!
THE END
"Pesembahkanlah tubuhmu sebagai persembahan yang harum bagi ALLAH"
Aku benar-benar tidak menyangka, firman yang ku ceritakan di sekolah minggu hari ini memang tersaji bagiku. Benar adanya bahwa firman itu seperti pedang bermata dua bagi si pembawa firman.
Mengapa?
Seperti yang kuutarakan di dua note sebelumnya, dompetku tidak lagi berhiaskan asesoris yang bernama uang. Sekepingpun tidak. Bahwa aku tidak punya uang untuk nanti membayar lahan parkir yang kugunakan bagi motorku itu memang menjadi dampak yang menerorku hingga kini. Dan lebih parahnya, aku tidak memiliki uang untuk kumasukkan ke dalam kotak persembahan nanti saat ibadah umum minggu. Benar-benar hal yang menggenaskan. Ouww,,,, kambing mbe-mbe, kucing meong-meong, aku menggenaskan-menggenaskan-MENGGENASKAN...!!!
Ada jeda 30 menit antara sekolah minggu dan ibadah umum. Karena ruangan yang dipakai adalah sama adanya. 30 menit ini digunakan untuk mempersiapkam bangku plastik, sound system, mengeluarkan buku ende dari laci dan bersih-bersih ruangan. Dan ayat di atas benar-benar berdampak hebat bagi keminderan akibat penyakit kere ku ini. Aku yang sedari awal cemas memikirkan uang untuk masukkan ke dalam kantung persembahan justru dapat mempergunakan keberadaan tubuh ini untuk membantu mempersiapkan ibadah bersama penatua-penatua dan rekan guru sekolah minggu.
Maklum, gereja di Cinunuk ini adalah pos pelayanan (pagaran) dari gereja HKBP resort Bandung Timur. Selain ruangan yang sempit (ini sudah diperhalus ketimbang menggunakan kata sesak), di gereja ini belum ada cooster yang dipekerjakan untuk mempersiapkan ruangan dan tetek bengek lainnya yang berkaitan dengan persiapan di dalam ruangan. Penatua-penatua, dan orang telah hadir sebelumnya (seperti GSM) lah yang berinisiatif untuk beralih peran sebagai cooster.
Adakah aku menggunakan ayat ini sebagai pembenaran dari tindakanku yang bersiap tidak memberikan uang persembahan saat ibadah umum nanti?
Yaps...!!! ini tidak bisa kupungkiri. Adalah keteledoranku yang menggunakan uangku untuk urusan-urusanku tanpa memikirkan uang yang harus kupersembahkan untuk TUHANku sendiri yang dari padaNYA uangku berasal. Ini adalah kesalahan dariku, dan itu kuakui.
Namun karena itu aku jadi hendak melakukan kesalahan ke dua, yaitu aku tidak ikut ibadah minggu karena tidak ada persembahan, jelas merupakan kesalahan yang nyata amat sangat. Jadi sudah salah satu, aku tidak ingin jatuh ke kesalahan ke dua. Dan ayat di atas benar-benar memaknai keberadaanku di gereja saat ini. Aku bisa pergunakan kelengkapan badanku untuk membantu yang bisa ku bantu. Dan aku bersyukur untuk itu.
Dan seperti sudah di duga, saat ibadah umum aku melewatkan begitu saja kantung persembahan. Firman yang diberitakan sungguh membuatku mengharu biru menyesali tindakan bodohku di pagi hari. Aku hendak menyalahkan TUHAN karena penyakit LUPA yang kumiliki. Seperti bangsa Israel yang murka karena Allah memberikan hukuman kepada mereka akibat kesalahan mereka sendiri, seperti bangsa Israel yang memilih untuk melawan Tuhan lebih lantang lagi ketimbang bertobat, seperti itulah tadi pagi hampir saja kuperbuat dengan mengurungkan niatku ke gereja. Ini membuatku merenungi penyakit lupa yang kuderita sampai tahap kronis ini. Dan aku menemukan solusinya. Aku bertekad mengalungkan segala jenis kunci yang kupunya pada leherku. huhuuu... CoOL...!!!
Selesai ibadah, aku berniat meminjam uang dari teman GSM. "Sar, bisa pinjam uang mu 1000" pintaku.
Ajaibnya, dia malah memebalas "Hah... cuma 1000? yakin bang?" sebuah pertanyaan yang menggelitik bagiku, seorang yang berharap mendapatkan uang seribu untuk membayar lahan parkir motorku. Tapi lebih ajaib lagi, justru temanku ini memberi aku 3000, lebih dari yang ku pinta padanya. "Ini untuk kamu aja, gak usah dikembalikan. Untuk jajan batagor di depan" katanya lanjut sambil bercanda.
Dan aku tertawa geli amat sangat. Luar biasa sekali dampak kebaikkan temanku ini padaku.
Kini setelah menebus motor di parkiran, aku mendorong motorku menuju kos yang berjarak kurang lebih 3 KM. Sebuah konsekuensi doa yang kupanjatkan di pagi tadi. Dengan posisi duduk di atas jok motor, tangan kanan memegang stang motor, tangan kiri memegang batang gitar yang kusandarkan di depan badanku, kakiku melangkah layaknya berjalan kaki agar motorku bisa terbawa menuju Jatinangor. Dan dikantungku masih tersisa 2000 karena aku sudah cukup aneh jika masih sempat berpikir beli batagor ketimbang memikirkan kelelahan yang akan melandaku saat mendorong motor ini.
Siapa yang bisa menyangka seperti yang kusangka di hari ini. Bahwa ada keberadaan pom bensin, yang selama ini selau lolos dari perhartianku saat sedang berkendara motor, sungguh berhasil mengembangkan senyumku dan melupakan tetesan keringan yang sudah deras terselip di belakang punggungku. Dan tanpa pikir panjang, 2000 ini aku pakai untuk membeli setengah liter bensin.
Aku cukup bersabar menunggu antrian sambil tetap berada di atas motorku. Kurasa petugas pom bensin cukup geli melihat gayaku saat itu. Seorang pemuda di atas motor yang ribet dengan gitar yang disandarkan di depan badannya, belum lagi tas punggung yang kukenakan "cukup berisi" karena menampung alat peraga sekolah minggu.
Aku angkat jari tengah dan telunjuk tangan kiriku membentuk huruf "V" sambil menahan gitarku tetap melekat di depan badanku. Sebelum petugas itu menekan tombol pada box pengisian bensin aku berkata "2000 ya bukan 2 liter" demi menghindari kesalahpahaman yang berujung pada ketidakmampuan membayar.
Dengan si roda dua yang sudah bisa berjalan lagi aku langkahkah laju roda ini menuju sekre PMK berniat mengembalikan gitar pinjaman ini. Seperti dugaanku, kali ini sekre PMK sepi. Tiada pintu terbuka saat aku memencel bel. Mereka semua masih berkeliaran di gereja masing-masing. Dan... tiada orang sekre, toh tetap saja aku bisa masuk kedalam. Bukan karena penyakit kere yang menyebabkan kemampuan sebagai maling tiba-tiba kumiliki, tapi karena tempat rahasia penyimpanan kunci adalah rahasia umum bagi kaum mahasiswa yang terlibat dalam PMK ini. Hahahhaa.... inilah namanya "PMK yang terbuka", setidaknya dalam definisi yang sebenarnya dari kata-kata itu. CoOL...!!!
Jadi sebenarnya bisa saja tadi pagi, kalau teman-teman penghuni sekre sudah pergi gereja dan aku hendak meminjam diam-diam gitar PMK. Tapi apalah daya, keterbukaan mesti ada aturannya juga. Jadi seandainya tadi pagi aku tidak menemukan penghuni sekre untuk meminta izin meminjam gitar, aku tentu tak akan mengambil gitar diam-diam. Sama seperti saat aku memasuki sekre ini untuk kembalikan gitar, aku menunggu salah satu dari mereka pulang, setidaknya untuk memastikan bahwa gitar ini sudah ku kembalikan salam kondisi yang sama baiknya seperti saat ku meminjamnya.
Dan,... ada-ada saja. Penyakit kere memang terkadang menimbulkan niat maling-memalingi jika saja tidak dikelola dengan baik. Bayangkan, tiada berduit di dalam sebuah sekre kosong yang di dapurnya ada tersaji nasi goreng B2 hasil racikan penghuni sekre, benar-benar mencoba merontokkan idealisme sebagai orang tamu yang tahu sopan santun. Jadi, biarlah nasi goreng itu tetap pada tempatnya, dan aku cukuplah berada di ruang tamu memelototi TV menunggu kepulangan tuan rumah. Hahahhaha..... dan siaran TV di setiap akhir pekan sudah tentu.... WISATA KULINER. Sepertinya ada konspirasi untuk menjatuhkan idealisme bertamuku ini.
Dan aku tertawa geli bersama isi perut yang kosong sebagai nada Tenor dalam paduan suara tunggal VeSteR.
kambing mbe-mbe, kucing meong-meong, kodok teok-tekbung (teok-tekbung)
tetapi anak TUHAN selalu bergembira,
Gloria Haleluya.
CoOL...!!!!
THE END
INDEX:
Part 1
Part 2
Part 3
0 komentar:
Posting Komentar